Thursday 6 March 2014

tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Pencemaran Lingkungan



    BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Untuk itu lingkungan yang baik dan sehat merupakan suatu hak mutlak yang dikaruniakan bagi umat manusia untuk dinikmati.Karenanya hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sama bagi semua manusia bahkan mahluk hidup yang ada didunia.
Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.[1]
Lingkungan yang baik dan sehat merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menunjang kelangsungan hidup manusia. Selain setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, juga memiliki kewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dan seperti yang telah dijelaskan di atas, lingkungan hidup yang baik dan sehat bukan saja merupakan suatu hak, tapi didalamnya juga harus memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melindungi serta mengelola atau melestarikan agar semakin hari semakin baik dan sehat dan didalamnya pula tercipta masyarakat yang baik dan sehat. Oleh karena itu jelaslah bahwa lingkungan merupakan suatu hal yang penting yang patut, dijaga, dilindungi, dikelolah serta dilestarikan.
Sehubungan dengan hal di atas, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya manusia untuk brinteraksi dengan lingkungan guna mempertahankan kehidupan mencapai kesejahteraan dan kelestarian lingkungan.[2] Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.[3] Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan secara terpadu mencakup seluruh didang-bidang lingkungan hidup untuk berkelanjutan fungsi lingkungan hidup. Dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, tidak terlepas untuk dilakukan pembangunan yang sifatnya berkelanjutan untuk mencapai kesejahteraan rakyat.
Pembangunan berkelanjutan pada hakekatnya merupakan pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan pemenuhan hak generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia melalui pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, efisien dan memperhatikan keberlangsungan pemanfaatannya baik untuk generasi masa kini, maupun yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan yang menempatkan lingkungan hidup sebagai bagianintegral dalam dinamika pembangunan nasional semakin mengkristal dalam realitas kehidupan bernegara.[4]
Menurut Pasal 1 ayat 3 UU-PPLH menjelaskan bahwa Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Pembangunan berkelanjutan menghendaki adanya pendistribusian hak-hak atas sumber daya alam dan lingkungan hidup secara adil baik bagi generasi saat ini, maupun masa datang. Konsep pembangunan berkelanjutan menghendaki pembangunan yang mengintegrasikan kepentingan ekonomi, sosial dan perlindungan daya dukung lingkungan secara seimbang dan berkeadilan.[5] Proses Pembangunan berkelanjutan bertumpu pada faktor kondisi sumber daya alam, kualitas lingkungan dan kependudukan.Untuk itu upaya pembangunan berwawasan lingkungan perlu memuat ikhtiar pembangunan yang memelihara keutuhan dan fungsi tatanan lingkungan. Dan dalam proses pembanguna berkelanjutan ini, tidak terlepas dari akibat buruk terhadap lingkungan yaitu pencemaran atau perusakan lingkungan.
Pencemaran lingkungan adalah perubahan pada lingkungan yang tidak dikehendaki karena dapat memengaruhi kegiatan, kesehatan dan keselamatan makhluk hidup. Perubahan tersebut disebabkan oleh suatu zat pencemar yang disebut polutan. Suatu zat dapat dikatakan sebagai polutan apabila bahan atau zat asing tersebut melebihi jumlah normal, berada pada tempat yang tidak semestinya dan berada pada waktu yang tidak tepat.
Masalah pencemaran lingkungan merupakan masalah lama yang dihadapi manusia dimana hingga saat ini masalah tersebut masih belum dapat terselesaikan, malah bertambah parah. Pencemaran lingkungan adalah masuknya substansi-substansi berbahaya ke dalam lingkungan sehingga kualitas lingkungan menjadi berkurang atau fungsinya tidak sesuai dengan peruntukannya. Sehingga tatanan lingkungan yang dulu berubah karena adanya pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dari anggota lingkungan tersebut. Perusahaan yang peka dan peduli terhadap masalah-masalah sosial harus memprioritaskan pemeliharaan dan pembaharuan lingkungan. Hal ini tidak berarti bahwa perusahaan boleh mengabaikan tanggung jawab kepada stakeholders (pihak-pihak yang berkepentingan terhadap bisnis) lain. Tanggung jawab perusahaan terhadap stakeholders harus seimbang dalam arti tidak menganakemaskan salah satu pihak tertentu.[6] Pencemaran lingkungan oleh perusahaan dapat terjadi pada udara, air dan tanah yang semuanya itu merupakan bagian pokok dimana manusia itu hidup. Oleh karena itu setiap peembangunan berkaitan langsung dengan lingkungan yang merupakan wadah pembangunan yang oleh karena proses pembangunan tersebut mengakibatkan pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan disebakan oleh perbuatan manusia yang secara sengaja ataupun tidak sengaja yang telah melampaui batas bahkan baku mutu lingkungan hidup yang ditetapkan sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan hidup.Pencemaran dan perusakan lingkungan sering terjadi dalam suatu proses pembangunan atau produksi seseorang ataupun korporasi.
Korporasi atau perusahaan merupakan badan usaha atau badan hukum yang dalam proses produksinya berhubungan langsung dengan lingkungan. Untuk itu kemungkinan besar dalam proses produksinya dapat mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan. Oleh karena ituPencemaran dan perusakan lingkungan tersebut tentu sangat merugikan masyarakat yang tinggal disekitarnya. Kenyataan membuktikan bahwa Perncemaran dan perusakan lingkungan oleh perusahaan sering terjadi,seperti pencemaran lingkungan yang terjadi pada PT Newmond Manado Raya.
Pencemaran dan Dampak akibat kegiatan penambangan PT. NMR terjadi mulai tahun 1996–1997dengan 2000-5000 kubik ton limbah setiap hari di buang oleh PT. NMR ke perairan di teluk Buyat yang di mulai sejak Maret 1996. Menurut PT. NMR, buangan limbah tersebut, terbungkus lapisan termoklin pada kedalaman 82 meter. Nelayan setempat sangat memprotes buangan limbah tersebut. Apalagi diakhir Juli 1996, nelayan mendapati puluhan bangkai ikan mati mengapung dan terdampar di pantai. Kematian misterius ikan-ikan ini berlangsung sampai Oktober 1996. Kasus ini terulang pada bulan juli 1997. Kematian ikan-ikan yang mati misterius ini, oleh beberapa nelayan dan aktivis LSM di bawa ke laboratorium Universitas Sam Ratulangi Manado dan Laboratorium Balai Kesehatan Manado, tetapi kedua laboratorium tersebut menolak untuk meneliti penyebab kematian ikan-ikan tersebut.
Perbuatan tersebut di atas tentu sangatlah merugikan baik dari segi materil maupun immateril. Pencemaran atau perusakan lingkungan tersebut merupakan suatu perbuatan melawan hukum karena perbuatan tersebut merugikan, melanggar undang-undang serta melanggar kepentingan umum. Tentunya setiap perbuatan yang merugikan orang lain tersebut haruslah dipertanggungjawabkan oleh pelaku pencemaran atau perusakan lingkungan. Pertanggung jawaban tersebut dapat diberikan kepada siapa saja yang mengalami dampak akibat pencemaran yang dilakukan oleh perusahaan. Pertanggung jawaban perusahaan berupa pertanggung jawaban perdata, pidana maupun administrasi dan harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
A.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1.      Bagaimana Upaya Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lingkungan Yang Dilakukan Oleh Perusahaan?
2.      BagaimanaTanggung Jawab Perusahaan Terhadap Pencemaran Lingkungan?
B.     Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui dan memahami Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Pencemaran Lingkungan.
2.      Untuk mengetahui dan memahamiUpaya Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lingkungan Yang Dilakukan Oleh Perusahaan.
C.    Manfaat Penulisan
Penulisan skripsi ini memberikan manfaat sebagai berikut:
1.      Memperdalam pemahaman dan pengetahuan agar dapat mengetahui Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Pencemaran Lingkungan.
2.      Memperdalam pemahaman dan pengetahuan agar dapat mengetahui Upaya Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lingkungan Yang Dilakukan Oleh Perusahaan.
D.    Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian hukum merupakan suatu keharusan untuk mengunakan suatu metode penelitian agar lebih mudah dalam hal penyusunannya. Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data-data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan.
Penelitian ini bersifat Yuridis Normatif, oleh karena didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu dengan tujuan mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dan menganalisisnya. Adapun yang menjadi metode-metode dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.   Pengumpulan Data
Adapun jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu menggunakan bahan-bahan pustaka. Dengan demikian data ini bersumber dari bahan-bahan kepustakaan yaitu :
a.    Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti Undang-Undang Dasar atau Norma dasar, Peraturan Perundang-Undangan, Yurisprudensi, Traktat.
b.   Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti literatur-literatur rancangan Undang-Undang, hasil-hasil penelitian, hasil-hasil karya tulis, serta makalah-makalah.[7]
c.    Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus umum, ensiklopedia, indeks kumulatif dan seterusnya.[8]
2.      Metode Pengolahan Dan Analisis Data
Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif yaitu data-data yang terkumpulketentuan-ketentuan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkunagan hidup serta kegiatan usaha atau produksi suatu perusahaan. akan diolah dengan cara mensistematisasikan bahan-bahan hukum yaitu dengan membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut. Data yang diolah kemudian diinterprestasi dengan menggunakan cara penafsiran hukum dan kontruksi hukum dan selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif, dimana menguraikan data-data yang menghasilkan data deskriptif dalam mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan untuk mengungkapkan kebenaran yang ada.
E.     Sistematika Penulisan
Adapun skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I.    Pendahuluan.
A.    Latar Belakang
B.     Perumusan Masalah
C.     Tujuan Penulisan
D.    Manfaat Penulisan
E.     Metode Penulisan
F.      Sistematika Penulisan.
Bab II.  Tinjauan Pustaka.
A.    Lingkungan
B.     Perusahaan
Bab III. Pembahasan.
A.    Upaya Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lingkungan Yang Dilakukan Oleh Perusahaan.
B.     Kompensasi Perusahaan Terhadap Pencemaran Lingkungan.
Bab IV.  Penutup
A.    Kesimpulan 
B.     Saran.
Pada akhir penulisan ini dicantumkan Daftar Pustaka yang berisikan sumber-sumber bahan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Tanggung Jawab
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya.Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tangung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Tanggung jawab seseorang mencakup perbuatan-perbuatan individu yang lain. Hubungan hukum yang sama, yaitu antara delik dan sanksi, dinyatakan dalam konsep kewajiban dan tanggung jawab. Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat di bedakan sebagai berikut :
1.      Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan.
Prinsip tanggung jawab berdsarkan unsure kesalahan (fault liability atau liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum dalam hukum pidana dan perdata. Seperti dalam asas hukum pidana yaitu “Tiada Pidana tanpa kesalahan” dan di dalam hukum perdata yaitu perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
2.      Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab.
Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of Liability principle, sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Hal tersebut erat sekali apabila terhadap tergugat yang secara nyata melakukan perbuatan yang merugikan orang lain.
3.      Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas.
4.      Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability atau absolute liability). Menurut E. Suherman Strict Liability disamakan dengan Absolute Libility, dalam prinsip ini tidak ada kemungkinan untuk membebaskan diri dari tanggung jawab, kecuali apabila kerugian yang timbul karena kesalahan pihak yang dirugikan sendiri.
5.      Tanggung Jawab dengan Pembatasan
Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (Imitation of liability principle) ini sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai kalusula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya.
Dalam teori mengenai tanggung jawab, terdapat tanggung jawab terhadap masyaratkat yang biasanya disebut tanggung jawab sosial. Dalam hal penegakan hukum terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan, UUPLH menegaskan mengenai Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab yang perlu diperhatikan dalam hal seseorang atau perusahaan melakukan pencemaran bahkan melanggar hukum lingkungan. Adapun prinsip-prinsip pertanggung jawaban dalam hukum lingkungan :
1.      Tanggung jawab sosial
Tanggung jawab sosial seperti dalam Undang-Undang Dasar 1945, pada pasal 28H ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Hak yang sama juga diatur di dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sebagai berikut:
Ayat (2)
Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
Ayat (3)
Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.[9]
1.      Tanggung Jawab Mutlak (strict liability )
Pengertian bertanggung jawab secara mutlak atau strict liability yakni unsure kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. Ketentuan ini merupakan lex spesialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai gantirugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup dapat ditetapkan sampai batas tertentu. Yang dimaksud sampai batas tertentu adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan yang berlaku ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedian dana lingkungan hidup. Mengenai tanggung jawab mutlak yaitu dapam Pasal 88Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.[10] B3 merupakan Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
                  Dalam tanggung jawab sosial terdapat terdapat tanggung jawab terhadap lingkungan.  Tanggung jawab terhadap lingkungan Kualitas lingkungan adalah kebaikan public, dimana setiap orang menikmatinya tanpa peduli siapa yng membayar untuknya. Jika suatu produk yang dihasilkan suatu perusahaan tentunya membawa dampak negative tehadap lingkungan (pencemaran lingkunga) seperti, polusi udara, tanah dan air. Dapat dijelaskan sebagai berikut:
-          Polusi udara
                              beberapa proses produksi menimbulkan polusi udara yang sangat berbahaya bagi lingkungan masyarakat karena bias menimbulkan penyakit dan saluran pernapasan. Contonya seperti, polusinya  kendaraan, produksi bahan bakar dan baja.
                              Suatu perusahaan tentunya mempunyai tujuan untuk menghasilkan suatu produknya  yang baik dengan begitu mereka berusaha agar yang dihasilkan tidak membahayakan lingkungan, contoh pada perusahaan otomotif dan baaja telah mengurangi polusi udara dengan mengubah proses produksinya sehingga lebih sedikit karbon dioksida yang dilepaskan ke udara.
                              Peranan pemerintah dalam mencegah polusi udara. Pemerintah juga terlibat dalam memberlakukan pedoman tertentu yang mengharuskan perusahaan untuk membatasi jumlah karbon dioksida yang ditimbulkan olehproses produksi. Pada tahun 1970, Environmental Protection Agency(EPA), diciptakan untuk mengembangkan dan memberlakukan standar polusi.
-          Polusi Tanah
            Tanah telah terpolusi oleh limbah yang beracun yangn tida dihasilkan dari beberapa proses produksi. Akibatnya tanah akan rusak tidak subur dan akan berdampak buruk bagi pertanian.
            Dengan begitu perusahaan harus mempunyai suatu strategi yang mengarah pada pencegahan terhadap polusi tanah. Misalkan, perusahaan merevisi produksi dan pengemasan guna mengurangi jumlah limbah. Perusahaan juga harus menyimpan limbah beracunnya ditempat yang khusus untuk limbah beracun dan perusahaan juga bias mendaur ulang membatasi penggunaan bahan baku yang pada akhirnya akan menjadi limbah padat. Ada banyak perusahaan yang memiliki program lingkungan yang didesain untuk mengurangi kerusakan lingkuperngan. Contoh, perusahaan Homestake Mining Company mengakui bahwa operasi penambangannnya merusak tanah, sehingga perusahaan tersebut mengelurkan uang untuk meminimalkan dampak terhadap lingkungan.
-          Polusi Air / Pencemaran Air
            Pencemaran air mengacu pada perubahan fisik, biologi, kimia dan kondisi badan air yang akan mengganggu keseimbangan ekosistem.Seperti jenis polusi, hasil polusi air bila jumlah besar limbah yang berasal dari berbagai sumber polutan tidak dapat lagi ditampung oleh ekosistem alam.
                   Sebenarnya ada alasan tertentu yang berada di belakang apa yang menyebabkan pencemaran air. Namun, penting untuk membiasakan diri dengan dua kategori utama pencemaran air, polusi beberapa datang langsung dari lokasi tertentu seseorang. Jenis polusi disebut pencemaran sumber titik seperti pipa air tercemar limbah yang mengalir ke sungai dan lahan pertanian. Sementara itu, polusi sumber non-titik adalah polusi yang berasal dari daerah-daerah besar seperti bensin dan kotoran lain dari jalan raya yang masuk ke danau dan sungai. Salah satu penyebab utama pencemaran air yang telah menyebabkan masalah kesehatan lingkungan yang serius dan merupakan polutan yang berasal dari bahan kimia dan proses industri. Ketika pabrik-pabrik dan produsen menuangkan bahan kimia dan limbah ternak langsung ke sungai dan sungai, air menjadi beracun dan tingkat oksigen yang habis menyebabkan banyak organisme air mati. Limbah ini termasuk pelarut dan zat-zat beracun. Sebagian besar limbah tidak biodegradable. tanaman Power, pabrik kertas, kilang, pabrik-pabrik mobil membuang sampah ke sungai. Jadi suatu perusahaan sangat berperan penting dalam menengani masalah tersebut dengan melakukan penilitian dan strategi untuk mencegah terjadinya polusi air. Jadi pad prinsipnya perusahaan harus melakukan ada dua cara untuk menanggulangi pencemaran, yaitu penanggulangan non-teknis dan secara teknis.  Penanggulangan secara non-teknis yaitu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundang-undangan yang dapat merencanakan,mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran. Peraturan perundangan ini hendaknya dapat smemberikan gambaran secara jelas tentang kegiatan industri yang akan dilaksanakan, misalnya AMDAL, pengaturan dan pengawasan kegiatan, serta menanamkan perilaku disiplin. Sedangkan penanggulangan secara teknis bersumber kepada industri terhadap perlakuan buangannya, misalnya dengan mengubah proses, mengelola limbah atau menambah alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran.
B.     Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup, sering disebut sebagai lingkungan, adalah istilah yang dapat mencakup segala makhluk hidup dan tak hidup di alam yang ada di Bumi atau bagian dari Bumi, yang berfungsi secara alami tanpa campur tangan manusia yang berlebihan.[11]Pengertianlingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik. Secara khusus, kita sering menggunakan istilah lingkungan hidup untuk menyebutkan segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk hidup di bumi. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaam lingkungan hidup, menjelaskan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.[12] Sedangkan ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya.
Dalam lingkungan hidup terdapat ekosistem, yaitu tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
Merujuk pada definisi di atas, maka lingkungan hidup Indonesia tidak lain merupakan Wawasan Nusantara, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alamiah dan kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya, tempat bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam segala aspeknya. Secara hukum maka wawasan dalam menyelenggarakan penegakan hukum pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia adalah Wawasan Nusantara.
dalam rangka kepastian hukum serta perlindungan atas lingkungan hidup, maka muncullah apa yang dinamakan Hukum Lingkungan. Hukum lingkungan istilah hukum lingkungan ini merupakan terjemahan dari beberapa istilah “environmental” dalam bahasa inggris, “millieeurecht” dalam bahasa belanda, “l,environnement” dalam bahasa prancis “Umweltrecht” dalam bahasa jerman , “Hukum alam seputar” dalam bahasa malaysia, “Batas nan kapaligiran” dalam bahasa tagalog “Sin-ved-lom kwahm” dalam bahasa thailand, “Qomum al-biah” dalam bahasa arab.[13]
Danusaputro menyebutkan bahwa hukum lingkungan adalah hukum yang mendasari penyelenggaraan perlindungan dan tata pengelolaan serta peningkatan ketahanan lingkungan. Istilah hukum lingkungan dipakai dalam pengertian sama untuk menyebut perangkat norma hukum yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup (fisik) dengan tujuan menjamin kelestarian dan mengembangkan kelestarian dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup.[14] Mocthar Kusumaatmadja menggunakan istilah “pengaturan hukum masalah lingkungan hidup manusia” dan selanjutnya istilah “Hukum Lingkungan” Drupsten mengemukakan bahwa hukum lingkungan (millieurecht) adalah hukum yang dengan lingkungan alam, dalam arti seluas-luasnya ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan hidup dilakukan terutama oleh pemerintah maka hukum lingkungan sebagian besar terdiri atas hukum pemerintah (besturrecht).[15]Hukum lingkungan dalam pengertiannnya yang paling sederhana dapat diterangkan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan (Lingkungan Hidup).[16]
Dalam menindak lanjuti pengelolaan lingkungan hidup, maka dalam proses pengelolaan ini muncul apa yang dinamakan Pembangunan Berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga hal dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan. Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu negara, diperlukan komponen pendudukyang berkualitas. Karena dari penduduk berkualitas itulah memungkinkan untuk bisa mengolah dan mengelola potensi sumber daya alam dengan baik, tepat, efisien, dan maksimal, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga harapannya terjadi keseimbangan dan keserasian antara jumlah penduduk dengan kapasitas dari daya dukung alam dan daya tampung lingkungan.[17]
Selanjutnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan kelangsungan hidup manusia maka pemerintah menegaskan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.  Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Di dalam Pasal 2 UUPPLH menjelaskan bahwa Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkanasas:
a.       tanggung jawab negara;
b.      kelestarian dan keberlanjutan;
c.       keserasian dan keseimbangan;
d.      keterpaduan;
e.       manfaat;
f.       kehati-hatian;
g.      keadilan;
h.      ekoregion;
i.        keanekaragaman hayati;
j.        pencemar membayar;
k.       partisipatif;
l.         kearifan lokal;
m.    tata kelola pemerintahan yang baik; dan
n.      otonomi daerah.[18]
Selajutnya dalam Pasal 3 UUPPLH menjelaskan bahwaPerlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:
a.       melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b.      menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c.       menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
d.      menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e.       mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
f.       menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
g.      menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidupsebagai bagian dari hak asasi manusia;
h.      mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
i.        mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j.        mengantisipasi isu lingkungan global.[19]
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi:
a.       perencanaan;
b.      pemanfaatan;
c.       pengendalian;
d.      pemeliharaan;
e.       pengawasan; dan
f.       penegakan hukum.
Dalam Pasal 12 UUPPLH menyatakan bahwa
1)      Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH.
2)      Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersusun, pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan:
a.       keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;
b.      keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan
c.       keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.[20]
Sehubungan dengan hal tersebut di atas dalam proses pengelolaan lingkungan hidup yaitu dalam pembangunan berkelanjautan tidak terlepas dari akibat atas pengelolaan lingkungan hidup tersebut. Pastinya berbicara mengenai dampak akibat pembangunan atau pengelolaan lingkungan hidup ada dua yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya adalah terpenuhinya kebutuhan pembangunan dan kepentingan hidup manusia. Sedangkan dampak negatifnya adalah Tercemar dan Rusaknya lingkungan hidup.
            Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.[21]Stephanus Munadjat Danusaputro merumuskan pencemaran lingkungan sebagai berikut:
“pencemaran adalah suatu keadaan, dalam mana suatu zat dan atau energi diintroduksikan kedalam suatu lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sendiri dalam konsentrasi sedemikian rupa, hingga menyebabkan terjadinya perubahan dalam keadaan termaksud yang mengakibatkan lingkungan itu tidak berfungsi seperti semula dalam arti kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan hayati.”
Pencemaran lingkungan adalah perubahan pada lingkungan yang tidak dikehendaki karena dapat memengaruhi kegiatan, kesehatan dan keselamatan makhluk hidup. Perubahan tersebut disebabkan oleh suatu zat pencemar yang disebut polutan. Suatu zat dapat dikatakan sebagai polutan apabila bahan atau zat asing tersebut melebihi jumlah normal, berada pada tempat yang tidak semestinya dan berada pada waktu yang tidak tepat.
            Masalah pencemaran lingkungan merupakan masalah lama yang dihadapi manusia dimana hingga saat ini masalah tersebut masih belum dapat terselesaikan, malah bertambah parah. Pencemaran lingkungan adalah masuknya substansi-substansi berbahaya ke dalam lingkungan sehingga kualitas lingkungan menjadi berkurang atau fungsinya tidak sesuai dengan peruntukannya. Sehingga tatanan lingkungan yang dulu berubah karena adanya pencemaran lingkungan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pencemaran yang dilakukan oleh manusia, yaitu akibat pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan perkembangan teknologi. Faktor-faktor tersebut menyebabkan kebutuhan penduduk juga meningkat.[22]
            Selain istilah pencemaran, terdapat juga istilah Perusakan lingkungan hidup yaitu tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.[23]Selanjutnya akibat dari perbuatan tersebut adalah kerusakan lingkungan hidup yaitu perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.[24]
Pencemaran juga bisa berarti berubahnya tatanan (komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/ udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Pencemaran lingkungan dapat dikategorikan menjadi:
1.       Pencemaran air
  1. Pencemaran udara
  2. Pencemaran tanah
  3. Pencemaran logam berat
  4. Pencemaran suara
Pencemaran lingkungan hidup harus  menjadi perhatian yang serius di era saat ini. Meningkatnya kegiatan industri seperti pertambangan telah banyak mengganggu ekosistem lingkungan hidup dengan kegiatan penebangan pohon dan kebisingan alat-alat pertambangan yang digunakan Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan.
Menurut WHO, tingkat pencemaran didasarkan pada kadar zat pencemar dan waktu (lamanya) kontak. Tingkat pencemaran dibedakan menjadi 3, yaitu sebagai berikut :
1.      Pencemaran yang mulai mengakibatkan iritasi (gangguan) ringan pada
panca indra dan tubuh serta telah menimbulkan kerusakan pada
ekosistem lain. Misalnya gas buangan kendaraan bermotor yang
menyebabkan mata pedih.
2.      Pencemaran yang sudah mengakibatkan reaksi pada faal tubuh dan
menyebabkan sakit yang kronis. Misalnya pencemaran Hg (air raksa)
di Minamata Jepang yang menyebabkan kanker dan lahirnya bayi
cacat.
3.      Pencemaran yang kadar zat-zat pencemarnya demikian besarnya
sehingga menimbulkan gangguan dan sakit atau kematian dalam
lingkungan. Misalnya pencemaran nuklir.
Selain istilah pencemaran linkungan juga terdapat istilah yang sama dengan itu, yaitu Kerusakan lingkungan hidup.Kerusakan lingkungan hidup terjadi karena adanya tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung sifat fisik dan/atau hayati sehingga lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Kerusakan lingkungan hidup terjadi di darat, udara, maupun di air. Kerusakan lingkungan hidup yang akan dibahas dalam Bab ini adalah meluasnya lahan kritis, erosi dan sedimentasi, serta kerusakan lingkungan pesisir dan laut. Kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya sumber dayaair, udara, dan tanah; kerusakan ekosistem dan punahnyafauna liar. Kerusakan lingkungan adalah salah satu dari sepuluh ancaman yang secara resmi diperingatkan oleh High Level Threat Panel dari PBB.[25]
C.    Perusahaan.
Perusahaan adalah tempat terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya semua faktor produksi. Setiap perusahaan ada yang terdaftar di pemerintah dan ada pula yang tidak. Bagi perusahaan yang terdaftar di pemerintah, mereka mempunyai badan usaha untuk perusahaannya. Badan usaha ini adalah status dari perusahaan tersebut yang terdaftar di pemerintah secara resmi.[26]
Di dalam ruang lingkup pergaulan hukum di tengah-tengan masyarakat, di samping manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban, di dalam hukumpun menegaskan badan hukum juga merupakan suatu subjek hukum yang dapat menjadi pendukung hak dan kewajiban.
Menurut Sri Soedewi Masjchoen, mengatakan bahwa badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu badan, yaitu (1) berwujud himpunan dan (2) harta kekkayaan yang disendirikan untuk tujuan  tertentu, dan dikenal dengan yayasan.[27]
Menurut pendapat Soebekti, badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti menerima serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat dan menggugat di muka hakim.[28]Sedangkan menurut Rochmat Soemitro, badan hukum adalah suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaanhak serta kewajiban seperti orang-orang pribadi.[29]
Adanya badan hukum (rechtsperson) di samping manusia (natuurlijkperson) adalah suatu realitas yang timbul sebagai kebutuhan hukum dalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat.Sebab manusia selain mempunyai kepentingan perorangan (individu) juga mempunyai kepentingan bersama yang harus diperjuangkan bersama pula.Karena itu mereka berkumpul mempersatukan diri dengan membentuk suatu organisasi dan memilih pengurusan untuk mewakili mereka.Mereka juga memasukkan harta-kekayaan mereka masing-masing menjadi milik bersama, dan menetapkan suatu peraturan intern yang hanya berlaku dikalangan mereka anggota organisasi itu. Dalam pergaulan hukum semua orang yang mempunyai kepentingan  perlu sebagai “kesatuan yang batu” yang mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban anggota-anggotanya serta dapat bertindak hukum sendiri.[30]
Dalam pembagian suatu badan hukum, untuk kegiatan perusahaan digolongkan kedalam suatu pembagian badan hukum yang didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan serta kepentingan umum.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, apabila dalam hal suatu badan hukum itu melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kerugian terhadap orang lain maka oleh hukum dapat dikenakan sanksi baginya oleh karena stutus hukum yang disandangnya itu serta atas suatu kepentingan dan permasalahan yang terjadi dalam suatu badan hukum tersebut, perwakilan badan hukum tersebut dapat bertindak untuk dan atas nama badah hukum termasuk suatu perusahaan.
Istilah perusahaan merupakan itilah ekonomi yang dimasukkan kedalam hukum, khususnya hukum dagang.Setelah istilah perusahaan (Iedriff) dan perbuatan Perusahaan (bedriffshandeling) dimasukkan kedalam KUH Dagang mengganti istilah pedangan dan perbuatan dagang.[31]Dalam pemahaman Molengraaff pengertian perusahaan seperti itu adalah pengertian ekonomis.Molengraaff mengatakan perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus bertindak keluar untuk memperoleh penghasilan dengan memperniagakan atau menyerahkan barang-barang atau mengadakan perjanjian peniagaan.[32]
Berdasarkan ketentuan Staatsblad (lembaran negara) 1938 No. 276 , maka Pasal 2 sampai Pasal 5 KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) telah di hapus sehingga berakibat pengertian “perdagangan” dihapus dan diganti menjadi “perusahaan”[33]
a.       Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan Pasal 1 Huruf (b), perusahaan adalah setiap bentuk usahayang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus dan yang didirikan,  bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba;[34]
b.      Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Pasal 1 Butir (2), perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus-menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.[35]
c.       Menurut Pasal 1 huruf (c) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1987 tentang kamar dagang dan industry (UU KADIN), Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, yang didirikan dan bekerja serta berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
Dari perumusan batasan mengenai perusahaan di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa Perusahaan suatu setiap badan usaha yang melakukan kegiatan usaha untuk mencari atau memperoleh keuntugan atau laba yang didirikan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Perusahaan adalah segala bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus menerus, bekerja, berada dan didirikan di wilayah Negara Indonesia dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba.
Ciri khas dari perusahaan adalah :
1.      Bekerja terus menerus
2.      Bersifat tetap
3.      Terang-terangan
4.      Mendapat keuntungan
5.      Pembukuan.
Menurut Pemerintah Belanda ketika membacakan Memorie van Toelichting (Penjelasan) Rencana Undang-Undang Wetboek van Koophandel di muka parlemen menyebutkan, bahwa perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, dengan terang-terangan dalam kedudukan tertentu, dan untuk mencari laba bagi dirinya sendiri. Menurut Molengraaf, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak ke luar untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
Perkembangan pengertian perusahaan dapat dijumpai dalam UU No. 3 Tahun 1992 tentang Wajib Daftar Perusahaan, dan UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan. Menurut Pasal 1 Huruf b UU No. 3 Tahun 1982, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba. Pasal 1 Butir 2 UU No. 8 Tahun 1997 mendefinisikan perusahaan sebagai bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba baik yang diselenggarakan oleh orang perseorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sesuatu dapat dikatakan sebagai perusahaan jika memenuhi unsur-unsur di bawah ini:
  1. Bentuk usaha, baik yang dijalankan secara orang perseorangan atau badan usaha;
  2. Melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus; dan
  3. Tujuannya adalah untuk mencari keuntungan atau laba.
Perusahaan menjalankan setiap kegiatan usaha yaitu aktivitas-aktivitas yang terletak di bidang perekonomian.Dengan kata lain kegiatan nperusahaan adalah kegiatann ekonomis (bedriff, business), yaitu kegiatan yang berkaitan dengan memperoleh keuntugan atau laba, seperti membuata atau mengelola barang, perdagangan barang atau jasa, dan sebagainya.[36]
Sebagaimana hukum mengatur tata tertib serta perilaku manusia dalam bermasyarakat, demikian juga hukum mengatur suatu kegiatan usaha, mulai didirikannya suatu perusahaan sampai perusahaan itu dikatakan pailit serta mengatur tata tertib dalam melakukan kegiatan usaha. Untuk itu muncullah apa yang dinamakan Hukum Perusahaan.
            Menurut R. T Sutantya R Hadikusuma dan Sumantoro mengatakan bahwa Hukum Perusahaan adalah hukum yang (secara khusus) mengatur tentang bentuk-bentuk perusahaan serta segala aktivitas/kegiatan yang berkaitan dengan jalannya suatu perusahaan.[37]
            Pengaturan perusahaan dalam hukum Indonesia sampai saat ini masih tersebar di dalam berbagai perundang-undangan. Pengaturan perusahaan yang dimaksud dapat dirinci dalam 2 (dua) kelompok pengaturan sebagai berikut :
1.      Kelompok pengaturan  yang berhubungan dengan eksistensi perusahaan sebagai sebuah entitas hukum, yaitu menyengkut keberadaan perusahaan sebagai sebuah organisasi bisnis; dan
2.      Kelompok pengaturan perusahaan sehubungan dengan kedudukan pelaku ekonomi, yang menyangkut bagaimana perusahaan itu dikelolah dan dijalankan sehingga sesuai dengan pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Sehubungan dengan eksistensi perusahaan sejumlah peraturan yang mengatur perusahaan di indonesia adalah sebagai berikut :[38]
1.      Persekutuan Perdata
Pasal 1618 KUH Perdata, menerangkan bahwa Persekutuan Perdata adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih yang berjanji untuk memasukkan sesuatu ke dalam perseroan itu dengan maksud supaya keuntungan yang diperoleh dari perseroan itu dibagi di antara mereka.[39]
2.      Persekutuan Firma
Di dalam Pasal 16 KUHDagang, menerangkan bahwa Persekutuan Firma adalah Perserikatan yang diadakan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan memakai nama bersama.[40] Persekutuan Komanditer (commanditaire vennotschap)
Menurut pasal 19 KUHD, CV adalah persekutuan dengan jalan peminjaman uang (Geldscheiter)atau disebut juga persekutuan komanditer, diadakan antara seorang sekutu atau lebih yang bertanggung jawab secara pribadi dan untuk seluruhnya dengan seorang atau lebih sebagai sekutu yang meminjamkan uang.
3.      Perseroan Terbatas (PT)
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menjelaskan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.[41]
4.      Koperasi
Koperasi yaitu perusahaan yang dimiliki oleh anggota perusahaan koperasi secara perorangan dan badan hukum koperasi. Menurut UU No.25 Thn 1992 koperasi yaitu badan usaha yang beranggotakan seorang atau badan hukum dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsif koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azaz kekeluargaan.
5.      Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
6.      Perum
Dalam instruksi presiden RI Nomor 17 tanggal 28 Desember tahun 1967 dinyatakan bahwa kegiatan usaha Perum terutama ditujukan untuk melayani kepentingan umum baik kepentingan dibidang produksi, distribusi, maupun konsumsi tanpa mengabaikan prinsip efisiensi.
7.      Persero
Persero merupakan Badan Usaha yang dikelola oleh Negara atau Daerah. Tujuan didirikannya Persero yang pertama adalah mencari keuntungan dan yang kedua memberi pelayanan kepada umum. Modal pendiriannya berasal sebagian atau seluruhnya dari kekayaan negara yang dipisahkan berupa saham–saham
            Dalam kaitannya lingkungan hidup.Dalam hal suatu perusahaan akan mendirikan bahkan melakukan kegiatan usahanya wajib mendapat ijin dari pemerintah. Dan proses produksi suatu perusahaan harus juga mendapat ijin lingkungan yaitu seperti yang dijelaskan dalam UUPPLH Pasal 1 angka 35 “Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.”[42]
            Setiap recana usaha wajib memperhatikan ijin selain ijin yang berkaitan dengan pendirian perusahaan terdapat juga ijin yang secra khusus berkaitan dengan dampak lingkungan hidup.Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan.[43]Ayat (2) Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi:
a)      penyusunan Amdal dan UKL-UPL;
b)      penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan
c)      permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.
 Analisis dampak lingkungan (di Indonesia, dikenal dengan nama AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik dan kultural. Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang "Izin Lingkungan Hidup" yang merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 tentang Amdal.[44]
Sebagai contoh dalam  Perusahaan industri mempunyai kewajiban dalam upaya pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup sebagaimana telah diatur dalamPasal 21 UU Perindustrianyang berbunyi:
1)      Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya
2)      Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri.
3)      Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.[45]
Selanjutnya mengenai tanggung jawab suatu perusahaan yaitu dalam Pasal 65 ayat (1)” dan ”setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
Dalam PP Nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas,
Pasal 2
Setiap Perseroan selaku subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Pasal 3
1)      Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menjadi kewajiban bagi Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan Undang-Undang.
2)      Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lingkungan
Perseroan.[46]
Selanjutnya Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.












BAB III
PEMBAHASAN
A.    Tanggung JawabPerusahaanTerhadap Pencemaran Lingkungan.
Suatu perusahaan yang menjalankan usahanya di lingkungan masyarakat, sedikit banyak akan menimbulkan berbagai dampak. Baik itu dampak negative maupun positif. Dan setiap perusahaan harus memiliki tanggung jawab terhadap setiap kegiatan yang dijalankannya. Setiap perusahaan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan. Untuk merealisasikan bentuk tanggung jawab tersebut, setiap perusahaan memiliki cara yang berbeda-beda.
Dalam hal terjadi pencemaran lingkungan oleh perusahaan, perusahaan harus mampu bertanggug jawab, oleh karena itu secara garis besar penulis mengklasifikasikan prinsip tanggung jawab suatu perusahaan terhadap pencemaran lingungan yaitu mengenai prinsip tanggung jawab sosial perusahaan, prinsip tanggung jawab hukum, dan politik tanggung jawab administrasi (politik) Secara keseluruhan tanggung jawab tersebut secara lebih jelas akan dijelaskan melalui tanggung jawab-tanggung jawab
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan menghasilkan  dan/atau  mengelola  limbah  B3, dan/atau   yang   menimbulkan   ancaman   serius  terhadap  lingkungan  hidup  bertanggung  jawab  mutlak  atas  kerugian yang  terjadi  tanpa  perlu pembuktian unsur kesalahan (principle strict liability). Dan dalam prinsip tanggung jawab social dikenal juga prinsip tanggung gugat oleh perusahaan akibat pencemaran lingkungan.
Melihat keseluruhan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UUPPLH, penulis mengkualifikasikan mengenai pertanggungjawaban perusahaan umumnya yaitu pertanggungjwaban perdata, pertanggungjawaban pidana dan pertanggungjawaban administrasi. pertanggungjawaban-pertanggungjawaban tersebut, dijelaskan sebagai berikut :
a.       Tanggung Jawab Perdata.
Menurut Pasal Pasal 1 angka (5) PERMEN No 13 tahun 2011 tentangGanti Rugi Terhadap Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan, Ganti kerugian adalah biaya yang harus ditanggung oleh penanggung jawab kegiatan dan/atau usaha akibat terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.[47]
“Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.”
Di dalam hukum perdata megatur tentang ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum. Yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pihak atau lebih telah merugikan pihak lain. Perbuatan melanggar hukum yang dilakukan salah satu pihak atau lebih baik itu dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja sudah barang tentu akan merugikan pihak lain yang haknya telah dilanggar (Pasal 1365 BW).[48]
Yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum menurut Pasal 1365 KUH Perdata, adalah “tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan yang karena kesalahannya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.[49]perbuatan melawan hukum merupakan suatu perbuatan yang melanggar Undang-undang, kesusilaan, kepentingan umum, dan kepatutan.
Untuk itu setiap orang atau badan usaha yang melakukan perbuatan melawan hukum (pencemaran lingkungan) harus bertangung jawab atas kerugian yang dialami oleh masyarakat ataupun pemerintah serta pihak lainya. Pertanggung jawaban tersebut berupa pertanggungjawaban perdata, pidana dan adminisrasi. Untuk itu mengenai pemberian ganti rugi atau kompensasi yaitu berkaitan dengan tanggungjawab keperdataan dengan dasar suatu perbuatan melawan hukum.
Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 12 Tentang Ganti Rugi Terhadap Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan menjelaskan hal-hal mengenai ganti rugi adalah sebagai berikut:
Pasal 3
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau masyarakat dan/atau lingkungan hidup atau negara wajib:
a. melakukan tindakan tertentu; dan/atau
b. membayar ganti kerugian.
Pasal 4
Kewajiban melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf a meliputi:
a.       pencegahan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b.      penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; dan/atau
c.       pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Pasal 5
(1)   Kerugian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b meliputi:
a.       kerugian karena tidak dilaksanakannya kewajiban pengolahan air limbah, emisi, dan/atau pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun;
b.      kerugian untuk pengganti biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan lingkungan hidup;
c.       kerugian untuk pengganti biaya verifikasi pengaduan, inventarisasi sengketa lingkungan, dan biaya pengawasan pembayaran ganti kerugian dan pelaksanaan tindakan tertentu;
d.      kerugian akibat hilangnya keanekaragaman hayati dan menurunnya fungsi lingkungan hidup; dan/atau
e.       kerugian masyarakat akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(2)   Kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan menjadi kerugian yang:
a.       bersifat tetap; dan
b.      bersifat tidak tetap.
(3)   Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d merupakan kerugian yang bersifat tetap.
(4)   Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan kerugian yang bersifat tidak tetap.
Pasal 6
(1)   Penghitungan ganti kerugian harus dilakukan oleh ahli yang memenuhi kriteria:
a.       memiliki sertifikat kompetensi; dan/atau
b.      telah melakukan penelitian ilmiah dan/atau berpengalaman di bidang:
1.      pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
2.      evaluasi ekonomi lingkungan hidup.
(2)   Dalam hal hanya memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ahli yang melakukan penghitungan ganti kerugian harus berdasarkan penunjukan dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota.
Pasal 7
Penghitungan ganti kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan sesuai dengan tata cara penghitungan ganti kerugian sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 8
(1)   Pembayaran ganti kerugian dan pelaksanaan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan berdasarkan:
a.       kesepakatan yang dicapai oleh para pihak yang bersengketa melalui mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan; atau
b.      putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap melalui mekanisme penyelesaian sengketa melalui pengadilan.
(2)   Dalam hal pelaku pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup tidak melaksanakan penanggulangan dan/atau pemulihan, instansi lingkungan hidup dapat memerintahkan pihak ketiga untuk melakukan penanggulangan dan/atau pemulihan dengan beban biaya ditanggung oleh pelaku pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.[50]
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan (perusahaan/badan hukum) yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan dianggap sebagai Perbuatan Melawan Hukum. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tersebut memiliki tanggung jawab untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan, sejauh terbukti telah melakukan perbuatan pencemaran dan/atau perusakan. Pembuktian tersebut baik itu nyata adanya hubungan kausal antara kesalahan dengan kerugian (liability based on faults) maupun tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan (liability without faults/strict liability) (Pasal 88 UUPPLH).
Bagi pihak yang merasa dirugikan terhadap pencemaran akibat usaha industri, dapat mengadukan atau menyampaikan informasi secara lisan maupun tulisan kepada instansi yang bertanggung jawab, mengenai dugaan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan/atau pasca pelaksanaan sebagaimana yang telah diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan Lingklungan Hidup.
Untuk pemberian ganti rugi dapat dilakukan setelah adanya putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.Pemberian ganti rugi dapat dimintakan melalui pengajuan gugatan (dalam Petitum) ke pengadilan.Bagian yang mendukun untuk suatu petitum (pokok tuntutan) adalah posita (dasar tuntutan). “Posita” (dasar gugatan) pada umumnya dalam praktek memuat perihal fakta / peristiwa hukum (rechtfeitan) yang menjadi dasar gugatan tersebut (tentang peristiwanya) serta uraian singkat perihal hukumnya yaitu dalam kaitan dengan terjadinya hubungan hukum tersebut tanpa harus menyebut pasal-pasal perundang-undang atau aturan aturan hukum termasuk hukum adat, sebab hal seperti itu akan di tunjukkan atau dijelaskan oleh hakim dalam putusannya nanti jika dipandang perlu.[51]Dan pemebrian ganti rugi pula dapat diberikan setelah adanya kesepakatan bersama dalam upaya negosiasi, mediasi dan juga arbitrase.
Putusan hakim memuliki kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian, kekuatan eksekutorial.Untuk itu putusan hakim memiliki kekuatan eksekutorial dimana putusan tersebut dapat dijalankan apabila telah memiliki kekuatan hukum tetap.kekuatan eksekutorial yaitu kekuatan untuk dilaksanakan apa-apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat Negara terhadap pelaku usaha atau perusahaan yang tealah melakukan pencemaran lingkungan.
b.      Tanggung Jawab Pidana
“Tiada pidana tanpa kesalahan” dan tiada pertanggungjawaban pidana tanpa perbuatan pidana” istilah tersebut merupakan suatu teori pertanggungjawaban dalam hukum pidana. Seorang/badan usaha (korporasi) yang melakukan tindak pidana wajib mempertanggung jawabkan perbuatannya.UUPPLH telah mengatur mengenai Pertanggung jawaban pidana terhadap perusahaan yang melakukan perusakan atau pencemaran lingkungan, seperti yang dijelaskan pada pasal-pasal terbut di bawah ini.
Pasal 116
1)      Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
a.       badan usaha; dan/atau
b.      orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
2)      Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.
Pasal 117
Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpintindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf b,ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberatdengan sepertiga.
Pasal 118
Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku fungsional.
Pasal 119
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
a.       perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
b.      penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
c.       perbaikan akibat tindak pidana;
d.      pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e.       penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.


Pasal 120
1)      Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, jaksa berkoordinasi dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk melaksanakan eksekusi.
Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 huruf e, Pemerintah berwenang untuk mengelola badan usaha yang dijatuhi sanksi penempatan di bawah pengampuan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.[52]
c.       Tanggung Jawab Adminitrasi
Berjalannya suatu perusahaan memerlukan suatu kepastian hukum atas hak untuk mendirikan dan menjalankan kegiatan usahannya.Untuk itu dalam legalisasi berdiri serta berjalannya kegiatan usaha dalam suatu perusahaan, membutuhkan peran serta pemerintah untuk menerbitkan keputusan terhadap keabsaahan berdiri dan berjalannya suatu kegiatan usaha.Bentuk suatu legalitas berdiri dan berjalannya suatu perusahaan adalah mengenai penerbitan atau pemberian ijin oleh pemerintah.
Setiap perusahaan wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti yang telah di jelaskan dalam berbagai peraturan yang berlaku khususnya dalam lingkup UUPPLH.
UUPPLH mengatur ketentuan-ketentuan yang berwawasan lingkungan, oleh karena itu suatu kegiatan usaha atau perusahaan dalam melakukan proses produksinya wajib memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan sekitarnya. Berarti, apabila terjadi pelanggaran oleh perusahaan sehingga terjadi perusakan atau pencemaran lingkungan maka, terhadap perusahaan tersebut dapat dikenakan pertanggungjawaban atas perbuatanya tersebut.Untuk itu berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab pemerintah yang telah mengeluarkan izin usaha pada suatu perusahaan, maka secara konstitusional pemerintah terkaitpun wajib untuk mencabut izin tersebut. Dalam UUPPLH telah mengatur mengenai pertanggungjawaban administrasi suatu perusahaan, seperti dijelaskan oleh pasal-pasal di bawah ini:
Pasal 76
(1)   Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif          kepada  penangung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. 
(2)   Sanksi administratif terdiri atas:
a.       teguran tertulis; 
b.      paksaan pemerintah; 
c.       pembekuan izin lingkungan; atau 
d.      pencabutan izin lingkungan. 
Pasal 77
Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau  kegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yangserius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 78
(1)   Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 tidak membebaskan penanggung jawab usaha  dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana. 
Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin  lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d  dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau  kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
            Pertanggung jawaban tersebut dapat di bebankan apabila telah ada putusan yang telah berkekuatan hukum tetap oleh pengadilan atau pejabat/badan terkait lainya dan/atau telah ada kesepakatan bagi pertanggungjawaban perdata.
B.     Upaya Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lingkungan Yang Dilakukan Oleh Perusahaan.
Permasalahan lingkungan hidup berkembang dengan cepat ditandai dengan kegiatan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang sangat terkait erat dengan perkembangan kemajuan teknologi yang menjadi kunci utama dari kesuksesan kegiatan pembangunan nasional multi aspek. Akses kemajuan tenologi memberi dampak, tidak hanya positif tetapi juga dampak negatif, khususnya bagi pelestarian lingkungan hidup.
Dengan terjadinya pencemaran lingkungan tersebut, tentunya menimbulkan dampak buruk bagi kelangsungan kehidupan manusia atau masyarakan sekitarnya. Biasanya pencemaran lingkungan terjadi akibat proses produksi suatu perusahaan. Oleh karena itu tentunya setiap masyarakat yang mengalami dampak akibat pencemaran lingkungan itu mengajukan suatu keberatan bahkan tuntutan kepada suatu perusahaan itu dengan dampak negatif itu yang membuat ketidak nyamanan pada keadaan lingkungan sekitar.
Sengketa pencemaran lingkungan merupakan suatu sengketa yang terjadi akibat dari suatu proses produksi dari suatu perusahaan. Biasanya sengketa terjadi apabila salah satu pihak mengajukan keberatan ataupun tuntutan kepada suatu perusahaan agar kiranya bertanggungjawab atas pencemaran yang dilakukannya itu.
Indonesia merupakan suatu Negara hukum yang prosedur segala sesuatunya diatur dalam suatu peraturan-peraturan tertentu, termasuk peraturan mengenai mekanisme, serta upaya penyelesaian sengketa pencemaran lingkungan baik yang dilakukan perorangan baik suatu korporasi atau perusahaan.
Menurut Pasal 1 angka (25) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menjelaskan bahwa “Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.”[53]
Dalam hal terjadinya sengketa atas pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh suatu perusahaan, Dalam struktur penegakan hukum terdapat tiga instrumen, yaitu melalui instrumen administratif atau pemerintah; instrumen hukum perdata oleh pihak yang dirugikan sendiri atau atas nama kepentingan umum; dan instrumen hukum pidana melalui tindakan penyidikan.Penyelesaian sengketa lingkungan dapat dilakukan melalui pengadilan atau di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan yaitu melalui proses perdata dan pidana. Sedangkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan melalui arbitrase dan musyawarah yaitu negosiasi, mediasi, dan konsiliasi sesuai pilihan hukum berupa kesepakatan dan bersifat pacta sunt servanda bagi para pihak.
Upaya penyelesaian sengketa erat sekali hubungannya dengan suatu penegakakn hukum (hukum lingkungan).Penegakan hukum mempunyai makna, bagaimana hukum itu harus dilaksanakan, sehingga dalam penegakan hukum tersebut harus diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan.[54]
Dalam proses penyelesaian perkara di pengadilan dapat juga dilakukan sendiri oleh slah satu pihak juga boleh menggunakan orang lain sebagai kuasa.  Kuasa tersebut bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa (untuk masalah perdata dan administrasi serta upaya diluar pengadilan dan mediasi). Makna kata-kata “untuk dan atas namanya”, berarti bahwa yang diberi kuasa bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa, sehingga segala sebab dan akibat dari perjanjian ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pemberi kuasa dalam batas-batas kuasa yang diberikan.[55]Dan apabila dalam hal pihak yang dirugikan lebih dari satu orang atau sekelompok orang, maka dapat mengajukan gugatan Class Action.
 Dan penyelesaian sengketa melalui istrumen-instrumen tersebut di atas dapat di jelaskan sebagai berikut :
1.      Instumen Administrasi (Upaya Administrasi)
Penyelesaian sengketa lingkungan melalui peradilan tata usaha negara adalah dengan mengajukan gugatan di pengadilan peradilan tata usaha negara dengan tujuan agar supaya hakim membatalkan penerbitan izin lingkungan yang tidak cermat, sehingga dapat menghentikan dengan segera pencemaran lingkungan yang terjadi. Mengenai tugas dan wewenang pemerintah terdapat dalam Pasal 63 ayat 1 samapai 3  UU No. 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Penyelesaian sengketa lingkungan melalui upaya hukum administrasi dilakukan kepada pemerintan yang oleh tugas dan tanggung jawabnya yang berwenang mengeluarkan izin suatu perusahaan.Penyelesaian sengketa lingkungan melalui peradilan tata usaha negara berfungsi untuk menghentikan pencemaran lingkungan yang terjadi melalui prosedur hukum administrasi. Dasar hukum gugatan sengketa lingkungan melalui peradilan tata usaha negara mengacu kepada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara.
Sebelum pihak yang dirugikan akibat pencemaran lingkungan mengajukan gugatan ke PTUN, pihak yang dirugikan berhak untuk melakukan upaya administrasi yaitu mengajukan keberatan ke pihak pemerintah yang bersangkutan atau yang telah mengeluarkan izin, namum apabila dalam keberatan ini tidak mendapat penyelesaian maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan banding administrasi ke atasan badan yang telah mengeluarkan izin tersebut.
Seperti kita ketahui bersama bahwa pemberian izin merupakan suatu keputusan tata usaha Negara, maka untuk memperoleh perlindungan kepastian hukum serta keadilan, dapat mengajukan gugatan ke PTUN dalam rangka permohonan pembatalan ataupun pencabutan Izin tersebut.
Di dalam hukum positif Indonesia, kedua alat ukur dimaksud dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pasal  53 Undang-Undang dimaksud memuat alasan-alasan yang digunakan untuk menggugat pemerintah atas keputusan Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkan yang menimbulakan kerugian bagi pihak yang terkena Keputusan Tata Usaha Negara dimaksud. Secara lengkap Pasal 53 dimaksud adalah sebagai berikut:
Pasal 53
(1)   Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.
(2)   Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a.       Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.      Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.[56]
Untuk mekanisme penyelesaian sengketa dalam Peradilan Tata Usaha Negara yaitu, mengajukan gugatan ke PTUN melalui Panitera PTUN, setelah PTUNmenerima sebuah gugatan (permohonan pencabutan izin). Setelah gugatan diterima oleh dan atas pertimbangan majelis hakim, kemudian tibalah dalam proses persidangan. Dan meskipun dalam hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara tidak mengenal prosedur (dading) seperti halnya dalam perkara perdata, tapi dalam persidangan ini sering dipergunakan sebagai forum perdamaian. Dalam sidang pengadilan, para pihak yang bersengketa haruslah hadir dalam persidangan dengan surat panggilan sidang (relaas). Setelah Hakim Ketua Sidang memulai pemeriksaan di pengadilan, hakim langsung membacakan isi gugatan. Dan apabila sudah ada jawaban atas gugatan itu, juga hakim akan segera membacakannya tapi apabila belum ada, hakim akan memberikan kesempatan kepada tergugat pada sidang berikutnya. Kemudian setelah jawaban gugatan telah diajukan dan dibacakan oleh hakim, maka penggugat diberikan kesempatan lagi untuk membalas jawaban gugatan oleh tergugat (Replik), demikian juga hakim memberikan kesempatan bagi tergugat untuk membalas replik penggugat (Duplik).
Selanjutnya adalah tahap pembuktian dimana penggugat dan tergugat saling membuktikan dalil yang telah diajukan dalam proses jawab-menjawab pada proses persidangan awal.Dalam proses pembuktian ini sangatlah menentukan putusan hakim. Dalam pembuktian harus sekurang-kurangnya dua alat bukti sah.Dan proses atau tahap selanjutnya adalah masing-masing pihak mengajukan kesimpulan kepada hakim. Kemudian sebelum hakim menjatuhkan putusan atas permasalahan tersebut, para majelis hakim bermusyawarah untuk pengambilan keputusan. Kemudian apabila telah mendapat kesimpulan atas musyawarah tersebut, maka hakim akan memutuskan perkara tersebut.
Dan atas putusan hakim tingkat pertama, dalam Pasal 122 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Dalam tingkat banding, para pihak diberi kesempatan untuk mengajukan argumen-argumennya dalam bentuk memori banding. Dan dalam tingkat ini pula harus mengajukan bukti-bukti baru yang menjadi alasan diajukannya banding. Tenggang waktu permohonan banding adalah 14 hari termasuk hari dimana putusan tingkat pertama dijatuhkan. Dan apabila dalam tingkat banding ini telah dijatuhkan putusan oleh hakim, pihak yang masih merasa dirugikan ataupun belum puas akan keputusan tersebut, Undang-Undang memperbolehkan pihak yang dirugikan untuk melakukan upaya hukum Kasasi (Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman). Dan terhadap putusan yang dijatuhkan oleh Mahkama Agung, Undang-undang memperbolehkan pihak yang masih merasa dirugikan oleh putusan tersebut untuk melakukan upaya hukum peninjauan kembali. Dan setelah dijatuhkan putusan melalui upaya hukum kasasi ini, tidak ada lagi upaya hukum lain. Atas putusan dalam tingkat peninjauan kembali ini maka putusan ini merupakan putusan final dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde) yang akan dilaksanakan.
            Apabila putusan pengadilan berupa pengabulan gugatan (Pasal 97 ayat (7) huruf b, UU Peradilan TUN), maka kewajiban harus dilaksanakan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara Meliputi:
1.      Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan (Pasal 97 ayat (9) huruf a)
2.      Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan keputusan yang baru (Pasal 97 ayat (9) huruf b)
3.      Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3. (Pasal 97 ayat (9) huruf c)
4.      Membayar ganti rugi (Pasal 97 ayat (10) jo Pasal 120)
5.      Melakukan rehabilitasi (Pasal 97 ayat (11) jo Pasal 121).[57]
Apabila dengan diterbitkannya KTUN (izin lingkungan) merugian kepentingan orang atau juga badan hukum perdata maka dapat diajukan gugatan di peradilan tata usaha negara dengan alasan-alasan sebagaimana disebut oleh Pasal 53 ayat 2 agar KTUN (izin lingkungan) itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai ganti kerugian. Dalam Pasal 76 ayat 2 mengklasifikasikan sanksi administrasi terdiri dari ; teguran tertulis; paksaan pemerintah; pembekuan izin lingkungan; atau pencabutan izin lingkungan.[58] Selanjutnya Pasal 77 menjelaskan bahwa “Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.”[59]Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan pembekuan izin lingkungan dan pencabutan lingkungan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.Artinya, meskipun izin lingkungan yang diterbitkan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal dan dilengkapi dengan dokumen amdal atau izin lingkungan yang diterbitkan kepada kegiatan yang wajib UKL-UPL dan dilengkapi dengan UKL-UPL ataupun suatu izin usaha yang dilengkapi dengan izin lingkungan, namun apabila dengan diterbitkannya izinlingkungan ini menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan sehingga merugikan kepentingan orang atau badan hukum perdata maka dapatlah diajukan gugatan di badan peradilan tata usaha negara agar izin lingkungan itu dinyatakan batal atau tidak sah, bahkan dicabut izinnya. Dengan adanya gugatan sengketa lingkungan di peradilan tata usaha negara adalah bertujuan untuk membatalkan izin lingkungan yang dimiliki oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Dengan dibatalkannya izin lingkungan tersebut berarti suatu usaha atau kegiatan tidak dapat melanjutkan lagi usaha atau kegiatannya sehingga sumber pencemarannya dapat dihentikan. Sasaran yang dituju disini adalah aspek perbuatannya (pencemarannya). Gugatan terhadap izin lingkungan di peradilan tata usaha bertujuan untuk menghentikan pencemaran yang terjadi.
2.      Insrumen Perdata (upaya perdata)
Hukum lingkungan keperdataan telah mengatur perlindungan hukum bagi korban pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian dan penderitaan. Tujuan penyelesaian sengketa lingkungan melalui peradilan umum (perdata) hanyalah untuk memperoleh ganti rugi atas pencemaran ataupun perusakan lingkungan.
Hukum acara perdata merupakan bagian dari hukum publik mempunyai makna penting, dan oleh karena itu mengandung arti, bahwa dalam mempertahankan dan melaksanakan hukum perdata materil tersebut adalah merupakan persoalan tata tertib hukum acara menyangkut kepentingan umum.[60]
Mekanisme penyelesaian sengketa pencemaran lingkungan melalui peradilan umum (perdata) yaituMengajugakan Gugatan Ke Pengadilan.Surat gugatan pada dasarnya berisi dan berpedoman pada Pasal 8 No. 3 BRv : apa yang dituntut kepada tergugat, dasar-dasar tuntutan dan bahwa tuntutan tersebut harus jelas (terang) dan tertentu :
-          POSITA ialah : Dasar gugatan/de middelen van de eis (Fundamentum petendi).
-          PETITUM ialah : Hal-hal apa saja yang dituntut/ onderwerp (voorwerp) van de eis (pokok tuntutan). Dalam tuntutan/ petitum merupakan perumusan secara tegas dan jelas terhadap apa yang menjadi tuntutan penggugat terhadap tergugat/para tergugat yang akan di putusan hakim dalam putusannya.[61]
Setiap proses perkara perdata ke pengadilan negeri dimulai dengan pengajuan surat gugatan oleh penggugat atau wakil/ kuasanya.[62]Dan perlu diketahui, bahwa dalam setiap upaya penyelesaian sengketa walaupun sudah masuk dalam persidangan, tetapi hakim tidak menutup kesempatan bagi kedua belah pihak untuk melakukan mediasi.
Setelah surat gugatan diterima, hakim memanggil kedua belah pihak yang bersengketa untuk hadir dalam sidang pengadilan, setelah penggugat membacakan gugatannya, hakim memberikan kesempatan kepada tergugat untuk membacakan jawaban gugatannya. Pada umumnya atas adanya gugatan penggugat maka pada permulaan beracara menjawab dan jawaban dapat berupa :
a.       Pengakuan :
Seluruh atau sebagian dalil-dalil gugatan;
b.      Referte :
Tidak membantah atau membenarkan gugatan, jadi terserah kepada hakim , menyerahkan saja pada putusan hakim;
c.       Menyangkal/bantahan (verweer) :
-          Eksepsi
-          Ten principale.[63]
a.       Replik dan Duplik
Setelah pembacaan jawaban gugatan, hakim memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk membacakan replik (penggugat) duplik (terguggat).Dalam replik dan duplik ini berisikan argumen-argumen antara para pihak dalam mempertahankan kebenarannya masing-masing.pemeriksaan pokok perkara dilanjutkan dengan pembuktian dari Pihak Penggugat dan Tergugat maupun Turut Tergugat, baik berupa bukti tertulis (surat) maupun bukti saksi, ahli dan bilamana dipandang perlu dilakukan pemeriksaan terhadap obyek sengketa (Pemeriksaan setempat), apabila obyek sengketanya berupa benda tidak bergerak atau benda tetap. Pembuktian merupakan hal yang sangat penting dalam proses persidangan karena dalam proses ini sangat menentukan apakah tergugat ataupun penggugat dapat membuktikan dalil-dalil mereka.Apabila dari serangkaian tahapan atau proses jawab-menjawab, Replik, Duplik dan pembuktian dari masing-masing pihak telah selesai, maka para pihak mengajukan dapat mengajukan kesimpulan dan pada akhirnya mohon putusan.
Apabila Penggugat mampu membuktikan seluruh dalil-dalil gugatannya maka gugatan Penggugat akan dikabulkan seluruhnya dan apabila terbukti sebagian, maka gugatan Penggugat akan dikabulkan sebagian serta menolak gugatan selain dan selebihnya. Sebaliknya apabila Tergugat mampu mematahkan dalil-dalil gugatan Penggugat, maka gugatan Penggugat akan ditolak seluruhnya. Demikian pula apabila gugatan Penggugat kabur dan secara formil tidak memenuhi syarat, maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard).Terhadap putusan pengadilan negeri masi terdapat kecurangan, ketidak adilan atau salah satu pihak tidak merasa puas, oleh peraturan perundang-undangan, diboleh untuk mengajukan upaya hukum. Adapun upaya hukum yang dapat di tempuh sebagai berikut :
-          Biasa
Upaya hukum biasa yaitu banding dan kasasi.Upaya hukum banding merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan salah satu pihak yang merasa tidak puas atas keputusan tingkat pertama (PN), sedangkan Kasasi adalah upaya hukum yang dapat dilakukan atas putusan pengadilan tingkat kedua (PT).
-          Luar Biasa
Upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali.Peninjauan kembalai merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan salah satu pihak yang merasa dirugikan atas putusan MA, atau bahkan salah satu pihak dapat menemukan bukti baru/keadaan baru (novum), serta atas putusan yang tidak adil yang dijatuhkan hakim.
Pemberian ganti rugi dapat dikabulkan atau dipenuhi setelah ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.Karena atas dasar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka dapat dilaksanakan eksekusi atau pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Putusan pengadilan dibedakan atas 3 sifat putusan :
1.      Putusan yang bersifat Condemnatoir bersifat menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi suatu prestasi tertentu.[64]
2.      Putusan bersifat constitutif :bersifat meniadakan atau menciptakan suatu status atau keadaan hukum baru.[65]
3.      Putusan deklaratoir: bersifat menyatakan atau menerangkan keadaan atau peristiwa apa yang sah, termasuk putusan yang bersifat menolak gugatan.
Apabila gugatan tersebut dikabulkan maka pelaksanaan putusan dapat dilakukan setelah putusan itu telah berkekuatan hukum tetap (inkrachtvangewijsde).  Pelaksanaan putusan pengadilan adalah pelaksanaan atau pengabulan permintaan atau pokok tuntutan (petitum) dalam gugatan baik itu permintaan ganti rugi maupun pembatalan hak tertentu.
3.      Instrumen Pidana (upaya pidana)
Instrumen hukum pidana maupun penggunaan hukum acara pidana dalam penyelesaian sengketa hukum lingkungan merupakan suatu jalan terakhir yang dipakai dalam suatu kasus kejahatan maupun pelanggaran terhadap hukum lingkungan, akan tetapi dapat pula langsung menggunakan instrumen hukum pidana apabila kasus tersebut disinyalir sebagai suatu kejahatan yang berdampak besar atau extraordinary crime. Dengan demikian instrumen hukum pidana ikut pula dalam ruang lingkup penyelesaian sengketa hukum lingkungan.
Penjelasan lebih lanjut mengenai alasan pertama mengenai hukum lingkungan dengan hukum pidana ialah dalam hukum lingkunga tidak hanya mengatur mengenai pertanggungjawaban lingkungan akan tetapi juga mengenai pertanggungjawaban sosial, sehingga hukum pidana juga ikut berperan dalam mengatur pertanggungjawan di hukum lingkungan terutama yang berkaitan dengan pertanggungjawaban sosial.
Seperti kita ketahui bersama bahwa suatu pencemaran lingkungan merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum juga suatu perbuatan pidana.dalam Pasal 78 UUPPLH menjelaskan bahwa “Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.”Untuk itu selain pertanggungjwaban administrasi dan perdata, juga dapat dipertanggungjawabkan secara pidana.
Mekanisme penyelesaian sengketa dalam peradilan pidana pertama-tama mengajukan laporan ke penyidik seperti yang dijelaskan di bawah ini:
Pasal 94
1)      Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diberi wewenang sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup.
2)      Penyidik pejabat pegawai negeri sipil berwenang:
a.       melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b.      melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
c.       meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
d.      melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
e.       melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain;
f.       melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
g.      meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
h.      menghentikan penyidikan;
i.        memasuki tempat tertentu, memotret, dan/atau membuat rekaman audio visual;
j.        melakukan penggeledahan terhadap badan, pakaian, ruangan, dan/atau tempat lain yang diduga merupakan tempat dilakukannya tindak pidana; dan/atau
k.      menangkap dan menahan pelaku tindak pidana.
3)      Dalam melakukan penangkapan dan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf k, penyidik pejabat pegawai negeri sipil berkoordinasi dengan penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
4)      Dalam hal penyidik pejabat pegawai negeri sipil melakukan penyidikan, penyidik pejabat pegawai negeri sipil memberitahukan kepada penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia dan penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia memberikan bantuan guna kelancaran penyidikan.
5)      Penyidik pejabat pegawai negeri sipil memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum dengan tembusan kepada penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
6)      Hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipiln disampaikan kepada penuntut umum.
Kemudian dalam hal penyidikan yang pada dasarnya menentukan apakah suatu peristiwa merupakan tindak pidana hukum lingkungan sangat erat kaitannya dengan pembuktian.Setelah penyidik selesai melakukan penyidikan dengan berbagai kelengkapannya, maka berkas tersebut di serahkan kepada pihak kejaksaan (penuntut umum) dan biasanya disebut penyerahan tahap pertama.Sedang penyerahan tanggungjawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum, disebut penyerahan tahap kedua. Apabila penuntut umum sudah menerima penyerahan tahap kedua dari pihak penyidik, maka penuntut umum kemudian melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan negeri dengan Permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan.[66]
Selanjutnya adalah penetapan hari sidang dan hakim memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk memanggil terdakwa dan saksi untuk datang ke pengadilan. Selanjutnya adalam pembacaan surat dakwaan oleh penuntut umum. Setelah penuntut umum membacakan surat dakwaan, ada kemungkinan terdakwa atau penasehat hukumnya mengajukan eksepsi.[67]
Adapun Alat bukti merupakan alat yang digunakan untuk menjerat tersangka atau pihak tertentu untuk mendapatkan sanksi maupun hukuman. Adapun alat bukti terdiri dari ;
  1. Keterangan saksi
  2. Keterangan ahli
  3. Surat
  4. Petunjuk
  5. Keterangan terdakwa
  6. Alat bukti alain, termasuk alat bukti yang diatur dalam peraturan perundang – undangan.
Mengenai penyidikan dan pembuktian, hal lain yang perlu diperhatikan adalah terdapat ketentuan pidana dalam Undang – Undang No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolahan lingkungan hidup mulai dari pasal 97 hingga pasal 120. Isi dari ketentuan pidana secara garis besar menjerat orang yang sengaja melakukan tindak pidana lingkungan hidup, orang yang lalai sehingga mengakibatkan kerugian lingkungan hidup, orang yang melanggar ketentuan lingkungan hidup, orang yang mengedarkan rekayasa genetik, dan orang yang menghasilkan limbah B3 tanpa melakukan pertanggung jawaban. Akan tetapi tidak hanya orang saja yang dapat dikenakan ketentuan pidana melainkan pihak pemberi ijin atau dalam hal ini pejabat pemberi ijin lingkungan hidup, serta penanggung jawab usaha dapat pula dikenakan ketentuan pidana.dan juga terhadap suatu perusahaaan yang melakukan kegiatan produksinya yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan yaitu dalam pasal 119 UUPPLH “Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
f.       perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
g.      penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
h.      perbaikan akibat tindak pidana;
i.        pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
j.        penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.

Pasal 120
2)      Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, jaksa berkoordinasi dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk melaksanakan eksekusi.
3)      Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 huruf e, Pemerintah berwenang untuk mengelola badan usaha yang dijatuhi sanksi penempatan di bawah pengampuan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.[68]
Dari apa yang telah di uraikan dalam pasa-pasal tersebut di atas, jelaslah sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada suatu perusahan atau korporasi.
4.      Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan
Selain penyelesaian sengketa melalui pengadilan, terdapat juga penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti yang dijelaskan dalam Pasal 84 UUPPLH sebagai berikut :
1)      Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai:
a.       bentuk dan besarnya ganti rugi;
b.      tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;
c.       tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau
d.      tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
2)      Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.
3)      Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
1)      Masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
2)      Pemerintah dan pemerintah daerah dapat memfasilitasi pembentukan lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
3)      Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Undang-undang No.32 Tahun 2009 mengatur secara garis besar penggunaan tiga cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu negosiasi, mediasi dan arbitrase Dalam proes negosiasi dan mediasi para pihak yang berselisih atau bersengketa diharapkan dapat mencapai kesepakatan mengenai hal-hal berikut :
a)      Bentuk dan besarnya ganti rugi;
b)      Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;
c)      Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan; dan
d)     Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
-          Negosiasi
Nogosiasi dalam Pengertian bahasa Inggris, Negotiation artinya perundingan.Berdasar Kamus Besar Bahasa Indonesia  adalahproses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi/menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dengan pihak lain selain itu nogosiasi merupakan penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihakpihak yang bersengketa.
Dari pengertian tersebut di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa Negosiasi merupakan upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan jalan saling tawar menawar, tanpa melalui proses peradilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerjasama yang lebih harmonis dan kreatif.
Sehuungan dengan hal tersebut di atas, maka sengketa pencemaran lingkungan dapat diselesaikan melalui upaya negosiasi yang itu dengan tujuan untuk memperoleh jalan keluar (untuk biaya ganti rugi) tanpa melalui gugatan ke pengadilan.Upaya negosiasi ini tidak meniadakan pertanggungjawaban secara administrasi maupun pidana.


-          Mediasi
Dalam Perma No. 1 Tahun 2008, pengertian Mediasi disebutkan pasal 1 butir 7, yaitu:
Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator”.[69]

Mediasi dalam bahasa inggis mediation yang artinya orang yang menjadi penegah. Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan konflik atau sengketa di mana pihak luar atau pihak ketiga  yang tidak memihak (impartial) bekerja sama dengan pihak yang bersengketa atau konflik untuk membantu memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan.[70]
Mediasi adalah upaya menyelesaikan sengketa (lingkungan) melalui perundingan dengan bantuan pihak ketiga yang netral (mediator) guna mencari bentuk penyelesaian yang dapat disepakati para pihak.Peran mediator dalam mediasi adalah memberikan bantuan substantif dan procedural kepada para pihak yang bersengketa.Tujuan dari penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah pertama, menghasilkan suatu rencana kesepakatan kedepan yang dapat diterima dan dijalankan oleh para pihak yang bersengketa.Kedua, mempersiapkan para pihak yang bersengketa untuk menerima konsekuensi dari keputusan yang di buat. Ketiga mengurangi kekhawatiran dan dampak negatif lainnya dari konflik dengan cara membantu pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan secara consensus.
Penulis menyimpulkan bahwa penyelesaian sengketa pencemaran lingkungan melalui upaya mediasi memiliki memiliki 3 kepuasan, yaitu substantif, prosedural dan psikologis.Substantif artinya berhubungan dengan kepuasan khusus dari para pihak yang bersengketa, misalnya ganti rugi.Dan menawar sesuai keinginan para pihak agar kedua belah pihak tidak saling di rugikan.untuk permohonan ganti rugi dalam upaya ini tidak dipaksakan tapi saling tawar. Prosedural artinya para pihak mempunyai kesempatan yang sama dalam mengemukakan gagasan selama berlangsungnya perundingan. Dan psikologis menyangkut tingkat emosi para pihak, saling menghargai dan sikap positif dari para pihak yang bersengketa.
-          Arbitrase
Berdasar UU No 30 Tahu 1999 Arbitraseadalah cara penyelesaian suatusengketa perdata di luar peradilan umum yangdidasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuatsecara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase merupakan kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum atau setelah timbul sengeketa.
Menurut UU No. 30 Tahun 1999 tentang “Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa” (salanjutnya disebut “UU Arbitrase”), terdapat berbagai pilihan penyelesaian di luar pengadilan yakni Arbitrase dan juga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang terdiri atas: Konsultasi, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, atau penilaian ahli. Arbitrase dan  Alternatif Penyelesaian Sengketa tersebut adalah penyelesaian berjenjang dimana dalam hal Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak dapat menyelesaikan atau memutuskan, maka para pihak akan menempuh cara Arbitrase baik melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc. Tetapi ketika para pihak telah memperjanjikan jalan penyelesaian melalui arbitrase, maka tertutup kesempatan untuk memilih jalan penyelesaian melalui pengadilan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang berbunyi:
“Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase”.[71]
Menurut Pasal 6 ayat (1) UU Arbitrase, dinyatakan bahwa:
Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa yang didasarkan pada itikad baik  dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.[72]
Mediasi maupun negosiasi dan arbitrase tidak disahkan oleh Undang-Undang N0.32 Tahun 2009, jika persengketaan atau penyelesaian masalah lingkungan yang berkaitan dengan atau termasuk dalam kategori tindak pidana lingkungan hidup, mediasi dan negosiasi ataupun arbitrase di luar pengadilan diperbolehkan hanya yang bersifat perdata.
Untuk itu penyelesaian sengketa penecemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan dapat dilakukan melalui pengadilan dan di luar pengadilan yang semuannya itu bertujuan untuk mencapai kepastian hukum dan keadilan.

















BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 84 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mengkalisikasikan tanggung jawab perusahaan terhadap pencemaran lingkungan yaitu tanggung jawab keperdataan (ganti rugi), tanggung jawab administrasi (pencabutan izin usaha, pembekuan izin lingkungan, teguran tertulis, dan paksaan pemerintah) serta pertanggung jawaban kepidanaan (penutupan kegiatan usaha, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; perbaikan akibat tindak pidana; pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/ataupenempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.) serta secra umum yaitu pidana penjara dan denda bagi pelaku usaha ataupun terhadap atasan yang memberikan perintah
2.      Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan pengelolaan Lingkungan Hidup, mengatur mengenai upaya penyelesaian sengketa baik di dalam atau pun di luar pengadilan.
B.     Saran
Diharapkan bagi penegakan hukum atas pencemaran lingkungan harus di pertegas lagi terutama bagi pemerintah (Hakim, Jaksa, Kepolisian, serta Badan-badan atau pejabat terkait lainnya) untuk lebih tegas lagi.Dan terhadap sanksi pidana, perdata maupun administrasi, harus dipertegas lagi terutama bagi pemberian ganti rugi yang patut apabila terjadi pelanggaran berat dalam pencemaran lingkungan, oleh karena pencemarn lingkungan termasuk pelanggaran HAM berat yang mengakibatkan terganggunya keamanan dan kenyamanan masyarakat sekitarnya.














DAFTAR PUSTAKA
Djaja. S Meliala, Penuntun Praktis Perjanjian Pemberian Kuasa, Nuansa Aulia, Bandung 2008
Helmi SH, MH, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta 2012
Muhamad Erwin, “Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup”, Refika Aditama Bandung 2011
Titik Triwulan Tutik,Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta 2006
Janus Sidabalok, Hukum Perusahaan, Nuansa Aulia, Bandung 2012
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan Step by  Step Prosedur Pendirian Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta 2013
Riawan Tjandra,Teori dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara, Cahaya Atma Pustaka, Yokyakarta2011
Soeparmono, Hukum Acara Perdata Dan Yurisprudensi, Mandar Maju Semarang2000.
Soerjono Soekanto,  Penelitian Hukum Normatif,  PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2006.
Tim Pengajar, Bahan Ajar Hukum Acara Perdata, Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado.
Djisman Samosir, Hukum Acara Pidana, Nuansa Aulia, Bandung 2013
Tim Pengajar, Hukum Acara Pidana,Universitas Sam Ratulangi Manado
Sarwono,  Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktek, Sinar Grafika, Jakarta 2012
Marhaeni Ria Siombo, Hukum Lingkungan dan Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia,PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2012
-          Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
-          Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
-          Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
-          Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
-          Undang-Undang Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.
-          Undang-Undang Nomor 7 Tahun  1981 tentang Wajib Lapor Ketenaga Kerjaan.
-          Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
-          Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase
-          Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 12 Tentang Ganti Rugi Terhadap Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan
-          Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan
-          Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
-          Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
-          Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
-          PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_berkelanjutan
http://masrudim.blogspot.com/2012/07/modelalternatif-penyelesaian-sengketa.html



[1] Penjelsan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
[2] Helmi SH, MH, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta 2012, Halaman 44
[3] Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
[4] Helmi SH, MH, op, cit. Halaman 56
[5]Ibid halaman 59
[6] http://www.triratraining.com/tanggung-jawab-sosial-perusahaan-terhadap-lingkungan/
[7] Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2006, halaman 13
[8] Ibid.,
[9] Pasal (2 dan 3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
[10] Pasal 88 UUPPLH.
[11] http://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan_hidup
[12] Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaam lingkungan hidup, menjelaskan Lingkungan hidup
[13] Muhamad Erwin, “Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan hidup”, Refika Aditama Bandung 2011, halaman 8
[14] Helmi SH, MH, op, cit, halaman 23
[15] Ibid..
[16]Tim Pengajar, Bahan Ajar Hukum Lingkungan,Universitas Sam Ratulangi Manado, halaman 1
[17] http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_berkelanjutan
[18] Pasal 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaam lingkungan hidup, menjelaskan Lingkungan hidup.
[19]Ibid, Pasal 3
[20]Ibid Pasal 12
[21]Ibid.., Pasal 1 ayat 14
[22] http://www.tugasku4u.com/2013/05/pencemaran-lingkungan.html
[23]Op, cit., Pasal 1 ayat 16
[24]Ibid.., Pasal 1 ayat 17
[25] http://id.wikipedia.org/wiki/Kerusakan_lingkungan
[26] http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan
[27]Titik Triwulan Tutik,Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta 2006, halaman 43
[28]Handri Raharjo, op cit, halaman 18
[29]Ibid.,
[30]Titik Triwulan Tutik, ibid, halaman 44.
[31]Janus Sidabalok, Hukum Perusahaan, Nuansa Aulia, Bandung 2012, Halaman 2
[32]Janus Sidabalok ibid halaman 3
[33]Handri Raharjo, Hukum Perusahaan Step by  Step Prosedur Pendirian Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta 2013, Halaman 1
[34]Pasal 1 Huruf (b)Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
[35]Pasal 1 Butir (2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.
[36]Janus Sidabalok, op cit, halaman 7
[37]Ibid., hal 16
[38]Janus Sidabalok, op cit, halaman 18
[39]Pasal 1618 KUH Perdata
[40]Pasal 16 KUHD
[41]1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
[42]Pasal 1 angka 35, op cit.,
[43]Pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan
[44]http//amdal.wikipedia.com
[46]PP Nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
[47]Pasal 1 angka (5) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 12 Tentang Ganti Rugi Terhadap Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan
[48]Sarwono,  Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktek, Sinar Grafika, Jakarta 2012, Halaman 308.
[49]Marhaeni Ria Siombo, Hukum Lingkungan dan Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia,PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2012, halaman 118
[50]Pasal 3 – Pasal 8 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 12 Tentang Ganti Rugi Terhadap Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan
[51]Soeparmono, op cit., halaman 9
[52]Pasal 116-120  Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
[53]Pasal 1 angka (25) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
[54]Tim Pengajar, Hukum Lingkunganop cit, halaman 50.
[55]Djaja. S Meliala, Penuntun Praktis Perjanjian Pemberian Kuasa, Nuansa Aulia, Bandung 2008, Halaman 3
[56] Pasal 53 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
[57] Riawan Tjandra,Teori dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara, Cahaya Atma Pustaka, Yokyakarta2011, halaman 163
[58]Pasal 76 ayat 2 UUPPLH.,
[59]Pasal 77 UUPPLH.,
[60]Soeparmono, Hukum Acara Perdata Dan Yurisprudensi, Mandar Maju Semarang, 2005 , halaman 7
[61]Tim Pengajar, Bahan Ajar Hukum Acara Perdata, Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado. 
[62]Soeparmono, op cit., halaman 8
[63]Soeparmono, op cit., halaman 50
[64]Soeparmono, ibid., halaman 156
[65]Ibid
[66]Djisman Samosir, Hukum Acara Pidana, Nuansa Aulia, Bandung 2013, Halaman 116
[67]Tim Pengajar, Hukum Acara Pidana,Universitas Sam Ratulangi Manado, halaman 29
[68]Pasal 116-120  Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
[69]Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi
[70] http://masrudim.blogspot.com/2012/07/modelalternatif-penyelesaian-sengketa.html
[71]Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase
[72]Ibid., Pasal 6
Load disqus comments

0 komentar