BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Lingkungan
hidup yang baik dan sehat merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada seluruh umat
manusia tanpa terkecuali.
Untuk itu lingkungan yang baik dan sehat merupakan suatu hak mutlak yang
dikaruniakan bagi umat manusia untuk dinikmati.Karenanya hak
untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sama bagi semua
manusia bahkan mahluk hidup yang ada didunia.
Di
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa
lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional
bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan
seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar
lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi
rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.[1]
Lingkungan
yang baik dan sehat merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menunjang
kelangsungan hidup manusia. Selain setiap orang berhak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat, juga memiliki kewajiban untuk melakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Dan seperti yang telah dijelaskan di atas,
lingkungan hidup yang baik dan sehat bukan saja merupakan suatu hak, tapi didalamnya juga harus
memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan
melindungi
serta mengelola atau melestarikan agar
semakin hari semakin baik dan sehat dan didalamnya pula tercipta masyarakat
yang baik dan sehat. Oleh karena itu jelaslah bahwa lingkungan merupakan suatu
hal yang penting yang patut, dijaga, dilindungi, dikelolah serta dilestarikan.
Sehubungan
dengan hal di atas, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan
upaya manusia untuk brinteraksi dengan lingkungan guna mempertahankan kehidupan
mencapai kesejahteraan dan kelestarian lingkungan.[2]
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan
hukum.[3]
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan secara terpadu mencakup
seluruh didang-bidang lingkungan hidup untuk berkelanjutan fungsi lingkungan
hidup. Dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, tidak
terlepas untuk dilakukan pembangunan yang sifatnya berkelanjutan untuk mencapai
kesejahteraan rakyat.
Pembangunan berkelanjutan pada hakekatnya merupakan
pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan
pemenuhan hak generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia melalui
pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, efisien dan memperhatikan
keberlangsungan pemanfaatannya baik untuk generasi masa kini, maupun yang akan
datang. Pembangunan berkelanjutan yang menempatkan lingkungan hidup sebagai
bagianintegral dalam dinamika pembangunan nasional semakin mengkristal dalam
realitas kehidupan bernegara.[4]
Menurut Pasal 1 ayat 3 UU-PPLH menjelaskan bahwa Pembangunan
berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan
hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin
keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu
hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Pembangunan berkelanjutan
menghendaki adanya pendistribusian hak-hak atas sumber daya alam dan lingkungan
hidup secara adil baik bagi generasi saat ini, maupun masa datang. Konsep
pembangunan berkelanjutan menghendaki pembangunan yang mengintegrasikan
kepentingan ekonomi, sosial dan perlindungan daya dukung lingkungan secara
seimbang dan berkeadilan.[5]
Proses Pembangunan berkelanjutan bertumpu pada faktor kondisi sumber daya alam,
kualitas lingkungan dan kependudukan.Untuk itu upaya pembangunan berwawasan
lingkungan perlu memuat ikhtiar pembangunan yang memelihara keutuhan dan fungsi
tatanan lingkungan. Dan dalam proses pembanguna berkelanjutan ini, tidak terlepas
dari akibat buruk terhadap lingkungan yaitu pencemaran atau perusakan
lingkungan.
Pencemaran lingkungan adalah
perubahan pada lingkungan yang tidak dikehendaki karena dapat memengaruhi
kegiatan, kesehatan dan keselamatan makhluk hidup. Perubahan tersebut
disebabkan oleh suatu zat pencemar yang disebut polutan. Suatu zat dapat
dikatakan sebagai polutan apabila bahan atau zat asing tersebut melebihi jumlah
normal, berada pada tempat yang tidak semestinya dan berada pada waktu yang
tidak tepat.
Masalah pencemaran lingkungan merupakan masalah lama
yang dihadapi manusia dimana hingga saat ini masalah tersebut masih belum dapat
terselesaikan, malah bertambah parah. Pencemaran lingkungan adalah masuknya
substansi-substansi berbahaya ke dalam lingkungan sehingga kualitas lingkungan
menjadi berkurang atau fungsinya tidak sesuai dengan peruntukannya. Sehingga
tatanan lingkungan yang dulu berubah karena adanya pencemaran lingkungan.
Pencemaran
lingkungan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dari anggota
lingkungan tersebut. Perusahaan yang peka dan peduli terhadap masalah-masalah
sosial harus memprioritaskan pemeliharaan dan pembaharuan lingkungan. Hal ini
tidak berarti bahwa perusahaan boleh mengabaikan tanggung jawab kepada
stakeholders (pihak-pihak yang berkepentingan terhadap bisnis) lain. Tanggung
jawab perusahaan terhadap stakeholders harus seimbang dalam arti tidak
menganakemaskan salah satu pihak tertentu.[6]
Pencemaran lingkungan oleh perusahaan dapat terjadi pada udara, air dan tanah
yang semuanya itu merupakan bagian pokok dimana manusia itu hidup. Oleh karena
itu setiap peembangunan berkaitan langsung dengan lingkungan yang merupakan
wadah pembangunan yang oleh karena proses pembangunan tersebut mengakibatkan
pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan
disebakan oleh perbuatan manusia
yang
secara sengaja ataupun tidak sengaja yang telah melampaui batas bahkan baku
mutu lingkungan hidup yang ditetapkan sehingga mengakibatkan menurunnya
kualitas lingkungan hidup.Pencemaran dan perusakan lingkungan sering terjadi
dalam suatu proses pembangunan atau produksi seseorang ataupun korporasi.
Korporasi atau perusahaan merupakan badan usaha atau
badan hukum yang dalam proses produksinya berhubungan langsung dengan
lingkungan. Untuk itu kemungkinan besar dalam proses produksinya dapat
mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan. Oleh karena ituPencemaran
dan perusakan lingkungan tersebut tentu sangat merugikan masyarakat yang
tinggal disekitarnya. Kenyataan membuktikan bahwa Perncemaran dan perusakan
lingkungan oleh perusahaan sering terjadi,seperti pencemaran lingkungan yang
terjadi pada PT Newmond Manado Raya.
Pencemaran
dan Dampak akibat kegiatan penambangan PT. NMR terjadi mulai tahun 1996–1997dengan
2000-5000 kubik ton limbah setiap hari di buang oleh PT. NMR ke perairan di
teluk Buyat yang di mulai sejak Maret 1996. Menurut PT. NMR, buangan limbah
tersebut, terbungkus lapisan termoklin pada kedalaman 82 meter. Nelayan
setempat sangat memprotes buangan limbah tersebut. Apalagi diakhir Juli 1996,
nelayan mendapati puluhan bangkai ikan mati mengapung dan terdampar di pantai.
Kematian misterius ikan-ikan ini berlangsung sampai Oktober 1996. Kasus ini
terulang pada bulan juli 1997. Kematian ikan-ikan yang mati misterius ini, oleh
beberapa nelayan dan aktivis LSM di bawa ke laboratorium Universitas Sam
Ratulangi Manado dan Laboratorium Balai Kesehatan Manado, tetapi kedua
laboratorium tersebut menolak untuk meneliti penyebab kematian ikan-ikan
tersebut.
Perbuatan tersebut di atas tentu sangatlah merugikan
baik dari segi materil maupun immateril. Pencemaran atau perusakan lingkungan
tersebut merupakan suatu perbuatan melawan hukum karena perbuatan tersebut
merugikan, melanggar undang-undang serta melanggar kepentingan umum. Tentunya
setiap perbuatan yang merugikan orang lain tersebut haruslah
dipertanggungjawabkan oleh pelaku pencemaran atau perusakan lingkungan. Pertanggung jawaban tersebut dapat
diberikan kepada siapa saja yang mengalami dampak akibat pencemaran yang dilakukan
oleh perusahaan. Pertanggung jawaban perusahaan berupa pertanggung jawaban perdata,
pidana maupun administrasi dan harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
A.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Bagaimana Upaya Penyelesaian Sengketa
Pencemaran Lingkungan Yang Dilakukan Oleh Perusahaan?
2. BagaimanaTanggung Jawab Perusahaan Terhadap Pencemaran
Lingkungan?
B.
Tujuan
Penulisan
Adapun
yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui dan memahami Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Pencemaran
Lingkungan.
2. Untuk
mengetahui dan memahamiUpaya
Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lingkungan Yang Dilakukan Oleh Perusahaan.
C.
Manfaat
Penulisan
Penulisan
skripsi ini memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memperdalam
pemahaman dan pengetahuan agar dapat mengetahui Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Pencemaran
Lingkungan.
2. Memperdalam
pemahaman dan pengetahuan agar dapat mengetahui Upaya Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lingkungan Yang
Dilakukan Oleh Perusahaan.
D.
Metode
Penelitian
Dalam suatu
penelitian hukum merupakan suatu keharusan untuk mengunakan suatu metode
penelitian agar lebih mudah dalam hal penyusunannya. Penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data-data sekunder
belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum
kepustakaan.
Penelitian ini
bersifat Yuridis Normatif, oleh karena didasarkan pada metode, sistematika dan
pemikiran tertentu dengan tujuan mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum
tertentu dan menganalisisnya. Adapun yang menjadi metode-metode dalam penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan
Data
Adapun
jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu
menggunakan bahan-bahan pustaka. Dengan demikian data ini bersumber dari
bahan-bahan kepustakaan yaitu :
a. Bahan
Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti Undang-Undang Dasar
atau Norma dasar, Peraturan Perundang-Undangan, Yurisprudensi, Traktat.
b. Bahan
Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti literatur-literatur rancangan Undang-Undang, hasil-hasil
penelitian, hasil-hasil karya tulis, serta makalah-makalah.[7]
c. Bahan
Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus umum, ensiklopedia, indeks kumulatif
dan seterusnya.[8]
2. Metode
Pengolahan Dan Analisis Data
Metode yang digunakan
adalah analisis kualitatif yaitu data-data yang terkumpulketentuan-ketentuan mengenai perlindungan dan
pengelolaan lingkunagan hidup serta kegiatan usaha atau produksi suatu
perusahaan. akan diolah dengan cara mensistematisasikan
bahan-bahan hukum yaitu dengan membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum
tersebut. Data yang diolah kemudian diinterprestasi dengan menggunakan cara
penafsiran hukum dan kontruksi hukum dan selanjutnya dianalisis secara yuridis
kualitatif, dimana menguraikan data-data yang menghasilkan data deskriptif
dalam mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan untuk mengungkapkan
kebenaran yang ada.
E.
Sistematika
Penulisan
Adapun
skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab
I. Pendahuluan.
A. Latar
Belakang
B. Perumusan
Masalah
C. Tujuan
Penulisan
D. Manfaat
Penulisan
E. Metode
Penulisan
F. Sistematika
Penulisan.
Bab
II. Tinjauan Pustaka.
A. Lingkungan
B. Perusahaan
Bab
III. Pembahasan.
A. Upaya Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lingkungan Yang
Dilakukan Oleh Perusahaan.
B. Kompensasi Perusahaan Terhadap Pencemaran Lingkungan.
Bab
IV. Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran.
Pada
akhir penulisan ini dicantumkan Daftar Pustaka yang berisikan sumber-sumber
bahan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Tanggung
Jawab
Tanggung jawab
menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya.Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau
perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tangung jawab juga
berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Tanggung jawab seseorang mencakup perbuatan-perbuatan
individu yang lain. Hubungan hukum yang sama, yaitu antara delik dan sanksi,
dinyatakan dalam konsep kewajiban dan tanggung jawab. Secara umum prinsip-prinsip
tanggung jawab dalam hukum dapat di bedakan sebagai berikut :
1.
Tanggung
Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan.
Prinsip tanggung jawab berdsarkan unsure kesalahan (fault liability atau liability based on
fault) adalah prinsip yang cukup umum dalam hukum pidana dan perdata.
Seperti dalam asas hukum pidana yaitu “Tiada Pidana tanpa kesalahan” dan di
dalam hukum perdata yaitu perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
2.
Prinsip
Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab.
Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap
bertanggung jawab (presumption of
Liability principle, sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah.
Hal tersebut erat sekali apabila terhadap tergugat yang secara nyata melakukan
perbuatan yang merugikan orang lain.
3.
Praduga
Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip
praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup
transaksi konsumen yang sangat terbatas.
4.
Prinsip
Tanggung Jawab Mutlak
Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability atau absolute
liability). Menurut E. Suherman Strict
Liability disamakan dengan Absolute
Libility, dalam prinsip ini tidak ada kemungkinan untuk membebaskan diri
dari tanggung jawab, kecuali apabila kerugian yang timbul karena kesalahan
pihak yang dirugikan sendiri.
5.
Tanggung
Jawab dengan Pembatasan
Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (Imitation of liability principle) ini
sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai kalusula eksonerasi
dalam perjanjian standar yang dibuatnya.
Dalam
teori mengenai tanggung jawab, terdapat tanggung jawab terhadap masyaratkat
yang biasanya disebut tanggung jawab sosial. Dalam hal penegakan hukum terhadap pencemaran dan
perusakan lingkungan, UUPLH menegaskan mengenai Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab yang perlu diperhatikan dalam hal
seseorang atau perusahaan melakukan pencemaran bahkan melanggar hukum
lingkungan. Adapun prinsip-prinsip pertanggung jawaban dalam hukum lingkungan :
1.
Tanggung jawab sosial
Tanggung jawab
sosial seperti dalam Undang-Undang Dasar 1945, pada pasal
28H ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup
baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Hak yang sama
juga diatur di dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, sebagai berikut:
Ayat (2)
“Setiap
orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.”
Ayat (3)
“Setiap
orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.”[9]
1.
Tanggung
Jawab Mutlak (strict liability )
Pengertian
bertanggung jawab secara mutlak atau strict
liability yakni unsure kesalahan tidak perlu
dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. Ketentuan
ini merupakan lex spesialis dalam gugatan tentang perbuatan
melanggar hukum
pada umumnya. Besarnya nilai gantirugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar
atau perusak lingkungan hidup dapat ditetapkan sampai batas tertentu. Yang
dimaksud sampai batas tertentu adalah jika menurut penetapan peraturan
perundang-undangan yang berlaku ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan
atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedian dana
lingkungan hidup. Mengenai
tanggung jawab mutlak yaitu dapam Pasal
88 “Setiap
orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3,
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman
serius terhadap
lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa
perlu pembuktian unsur kesalahan”.[10] B3 merupakan Bahan
berbahaya dan beracun yang selanjutnya adalah zat, energi, dan/atau komponen
lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,
dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup
manusia dan makhluk hidup lain.
Dalam
tanggung jawab sosial terdapat terdapat tanggung jawab terhadap
lingkungan. Tanggung jawab terhadap
lingkungan Kualitas lingkungan adalah kebaikan public, dimana setiap orang
menikmatinya tanpa peduli siapa yng membayar untuknya. Jika suatu produk yang
dihasilkan suatu perusahaan tentunya membawa dampak negative tehadap lingkungan
(pencemaran lingkunga) seperti, polusi udara, tanah dan air. Dapat dijelaskan
sebagai berikut:
-
Polusi udara
beberapa proses produksi menimbulkan polusi udara yang sangat berbahaya bagi lingkungan
masyarakat karena bias menimbulkan penyakit dan saluran pernapasan. Contonya
seperti, polusinya kendaraan, produksi bahan bakar dan baja.
Suatu perusahaan tentunya mempunyai tujuan untuk menghasilkan suatu produknya yang
baik dengan begitu mereka berusaha agar yang dihasilkan tidak membahayakan
lingkungan, contoh pada perusahaan otomotif dan baaja telah mengurangi polusi
udara dengan mengubah proses produksinya sehingga lebih sedikit karbon dioksida
yang dilepaskan ke udara.
Peranan pemerintah dalam mencegah polusi udara. Pemerintah juga terlibat dalam
memberlakukan pedoman tertentu yang mengharuskan perusahaan untuk membatasi
jumlah karbon dioksida yang ditimbulkan olehproses produksi. Pada tahun 1970, Environmental
Protection Agency(EPA), diciptakan untuk mengembangkan dan memberlakukan
standar polusi.
-
Polusi Tanah
Tanah telah terpolusi oleh limbah yang beracun yangn tida dihasilkan dari
beberapa proses produksi. Akibatnya tanah akan rusak tidak subur dan akan berdampak
buruk bagi pertanian.
Dengan begitu perusahaan harus mempunyai suatu strategi yang mengarah pada
pencegahan terhadap polusi tanah. Misalkan, perusahaan merevisi produksi dan
pengemasan guna mengurangi jumlah limbah. Perusahaan juga harus menyimpan
limbah beracunnya ditempat yang khusus untuk limbah beracun dan perusahaan juga
bias mendaur ulang membatasi penggunaan bahan baku yang pada akhirnya akan
menjadi limbah padat. Ada banyak perusahaan yang memiliki program lingkungan
yang didesain untuk mengurangi kerusakan lingkuperngan. Contoh, perusahaan
Homestake Mining Company mengakui bahwa operasi penambangannnya merusak tanah,
sehingga perusahaan tersebut mengelurkan uang untuk meminimalkan dampak
terhadap lingkungan.
-
Polusi Air / Pencemaran Air
Pencemaran air mengacu pada perubahan fisik, biologi, kimia dan kondisi badan
air yang akan mengganggu keseimbangan ekosistem.Seperti jenis polusi, hasil
polusi air bila jumlah besar limbah yang berasal dari berbagai sumber polutan
tidak dapat lagi ditampung oleh ekosistem alam.
Sebenarnya ada alasan tertentu
yang berada di belakang apa yang menyebabkan pencemaran air. Namun, penting
untuk membiasakan diri dengan dua kategori utama pencemaran air, polusi
beberapa datang langsung dari lokasi tertentu seseorang. Jenis polusi disebut
pencemaran sumber titik seperti pipa air tercemar limbah yang mengalir ke
sungai dan lahan pertanian. Sementara itu, polusi sumber non-titik adalah
polusi yang berasal dari daerah-daerah besar seperti bensin dan kotoran lain
dari jalan raya yang masuk ke danau dan sungai. Salah satu penyebab utama
pencemaran air yang telah menyebabkan masalah kesehatan lingkungan yang serius
dan merupakan polutan yang berasal dari bahan kimia dan proses industri. Ketika
pabrik-pabrik dan produsen menuangkan bahan kimia dan limbah ternak langsung ke
sungai dan sungai, air menjadi beracun dan tingkat oksigen yang habis
menyebabkan banyak organisme air mati. Limbah ini termasuk pelarut dan zat-zat
beracun. Sebagian besar limbah tidak biodegradable. tanaman Power, pabrik
kertas, kilang, pabrik-pabrik mobil membuang sampah ke sungai. Jadi suatu
perusahaan sangat berperan penting dalam menengani masalah tersebut dengan
melakukan penilitian dan strategi untuk mencegah terjadinya polusi air. Jadi
pad prinsipnya perusahaan harus melakukan ada dua cara untuk menanggulangi
pencemaran, yaitu penanggulangan non-teknis dan secara teknis.
Penanggulangan secara non-teknis yaitu usaha untuk mengurangi pencemaran
lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundang-undangan yang dapat
merencanakan,mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan
teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran. Peraturan perundangan ini
hendaknya dapat smemberikan gambaran secara jelas tentang kegiatan industri
yang akan dilaksanakan, misalnya AMDAL, pengaturan dan pengawasan kegiatan,
serta menanamkan perilaku disiplin. Sedangkan penanggulangan secara teknis
bersumber kepada industri terhadap perlakuan buangannya, misalnya dengan mengubah
proses, mengelola limbah atau menambah alat bantu yang dapat mengurangi
pencemaran.
B.
Lingkungan
Hidup
Lingkungan
hidup, sering disebut
sebagai lingkungan, adalah
istilah yang dapat mencakup segala makhluk
hidup dan tak hidup di alam yang ada di Bumi atau bagian dari Bumi, yang berfungsi secara
alami tanpa campur tangan manusia yang berlebihan.[11]Pengertianlingkungan
adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang memengaruhi perkembangan
kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa
dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik. Secara khusus, kita sering
menggunakan istilah lingkungan hidup untuk menyebutkan segala sesuatu yang
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk hidup di bumi. Menurut
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaam lingkungan hidup, menjelaskan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.[12]
Sedangkan ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan Nusantara dalam melaksanakan
kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya.
Dalam lingkungan hidup terdapat ekosistem, yaitu
tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan
saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
lingkungan hidup.
Merujuk pada definisi di atas, maka
lingkungan hidup Indonesia tidak lain merupakan Wawasan Nusantara, yang
menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis
dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alamiah dan
kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya, tempat bangsa Indonesia
menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam segala aspeknya. Secara hukum maka
wawasan dalam menyelenggarakan penegakan hukum pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia
adalah Wawasan Nusantara.
dalam rangka kepastian hukum serta
perlindungan atas lingkungan hidup, maka muncullah apa yang dinamakan Hukum Lingkungan. Hukum lingkungan istilah
hukum lingkungan ini merupakan terjemahan dari beberapa istilah “environmental” dalam bahasa inggris, “millieeurecht” dalam bahasa belanda,
“l,environnement” dalam bahasa prancis “Umweltrecht”
dalam bahasa jerman , “Hukum alam seputar”
dalam bahasa malaysia, “Batas nan
kapaligiran” dalam bahasa tagalog “Sin-ved-lom
kwahm” dalam bahasa thailand, “Qomum
al-biah” dalam bahasa arab.[13]
Danusaputro
menyebutkan bahwa hukum lingkungan adalah hukum yang mendasari penyelenggaraan
perlindungan dan tata pengelolaan serta peningkatan ketahanan lingkungan.
Istilah hukum lingkungan dipakai dalam pengertian sama untuk menyebut perangkat
norma hukum yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup (fisik) dengan tujuan
menjamin kelestarian dan mengembangkan kelestarian dan mengembangkan kemampuan
lingkungan hidup.[14]
Mocthar Kusumaatmadja menggunakan istilah “pengaturan hukum masalah lingkungan
hidup manusia” dan selanjutnya istilah “Hukum Lingkungan” Drupsten mengemukakan
bahwa hukum lingkungan (millieurecht)
adalah hukum yang dengan lingkungan alam, dalam arti seluas-luasnya ruang
lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan
lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan hidup dilakukan terutama oleh
pemerintah maka hukum lingkungan sebagian besar terdiri atas hukum pemerintah (besturrecht).[15]Hukum
lingkungan dalam pengertiannnya yang paling sederhana dapat diterangkan sebagai
hukum yang mengatur tatanan lingkungan (Lingkungan Hidup).[16]
Dalam menindak lanjuti pengelolaan
lingkungan hidup, maka dalam proses pengelolaan ini muncul apa yang dinamakan Pembangunan Berkelanjutan. Pembangunan
berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas
daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan:
pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan.
Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga
hal dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi
pembangunan berkelanjutan. Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu
negara, diperlukan komponen pendudukyang berkualitas. Karena dari penduduk berkualitas
itulah memungkinkan untuk bisa mengolah dan mengelola potensi sumber daya alam
dengan baik, tepat, efisien, dan maksimal, dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan. Sehingga harapannya terjadi keseimbangan dan keserasian antara
jumlah penduduk dengan kapasitas dari daya dukung alam dan daya tampung
lingkungan.[17]
Selanjutnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan
kelangsungan hidup manusia maka pemerintah menegaskan mengenai perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum.
Di dalam Pasal 2 UUPPLH
menjelaskan bahwa Perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dilaksanakan berdasarkanasas:
a.
tanggung jawab negara;
b.
kelestarian dan keberlanjutan;
c.
keserasian dan keseimbangan;
d.
keterpaduan;
e.
manfaat;
f.
kehati-hatian;
g.
keadilan;
h.
ekoregion;
i.
keanekaragaman hayati;
j.
pencemar membayar;
k.
partisipatif;
l.
kearifan lokal;
m.
tata kelola pemerintahan yang baik; dan
n.
otonomi daerah.[18]
Selajutnya dalam Pasal 3
UUPPLH menjelaskan bahwaPerlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup bertujuan:
a. melindungi
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup;
b. menjamin
keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c. menjamin
kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
d. menjaga
kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. mencapai
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
f. menjamin
terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
g. menjamin
pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidupsebagai bagian dari hak
asasi manusia;
h. mengendalikan
pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
i.
mewujudkan pembangunan berkelanjutan;
dan
j.
mengantisipasi isu lingkungan global.[19]
Perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi:
a. perencanaan;
b. pemanfaatan;
c. pengendalian;
d. pemeliharaan;
e. pengawasan;
dan
f. penegakan
hukum.
Dalam Pasal 12
UUPPLH menyatakan bahwa
1) Pemanfaatan
sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH.
2) Dalam
hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersusun, pemanfaatan sumber
daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup dengan memperhatikan:
a. keberlanjutan
proses dan fungsi lingkungan hidup;
b. keberlanjutan
produktivitas lingkungan hidup; dan
c. keselamatan,
mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.[20]
Sehubungan dengan hal
tersebut di atas dalam proses pengelolaan lingkungan hidup yaitu dalam
pembangunan berkelanjautan tidak terlepas dari akibat atas pengelolaan
lingkungan hidup tersebut. Pastinya berbicara mengenai dampak akibat
pembangunan atau pengelolaan lingkungan hidup ada dua yaitu dampak positif dan
dampak negatif. Dampak positifnya adalah terpenuhinya kebutuhan pembangunan dan
kepentingan hidup manusia. Sedangkan dampak negatifnya adalah Tercemar dan
Rusaknya lingkungan hidup.
Pencemaran lingkungan hidup
adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen
lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku
mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.[21]Stephanus Munadjat Danusaputro
merumuskan pencemaran lingkungan sebagai berikut:
“pencemaran
adalah suatu keadaan, dalam mana suatu zat dan atau energi diintroduksikan
kedalam suatu lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sendiri
dalam konsentrasi sedemikian rupa, hingga menyebabkan terjadinya perubahan
dalam keadaan termaksud yang mengakibatkan lingkungan itu tidak berfungsi
seperti semula dalam arti kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan hayati.”
Pencemaran
lingkungan adalah perubahan pada lingkungan yang
tidak dikehendaki karena dapat memengaruhi kegiatan, kesehatan dan keselamatan
makhluk hidup. Perubahan tersebut disebabkan oleh suatu zat pencemar yang
disebut polutan. Suatu zat dapat dikatakan sebagai polutan apabila bahan atau
zat asing tersebut melebihi jumlah normal, berada pada tempat yang tidak
semestinya dan berada pada waktu yang tidak tepat.
Masalah pencemaran lingkungan
merupakan masalah lama yang dihadapi manusia dimana hingga saat ini masalah
tersebut masih belum dapat terselesaikan, malah bertambah parah. Pencemaran
lingkungan adalah masuknya substansi-substansi berbahaya ke dalam lingkungan
sehingga kualitas lingkungan menjadi berkurang atau fungsinya tidak sesuai
dengan peruntukannya. Sehingga tatanan lingkungan yang dulu berubah karena
adanya pencemaran lingkungan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
pencemaran yang dilakukan oleh manusia, yaitu akibat pertumbuhan penduduk yang
semakin meningkat dan perkembangan teknologi. Faktor-faktor tersebut
menyebabkan kebutuhan penduduk juga meningkat.[22]
Selain istilah pencemaran, terdapat
juga istilah Perusakan lingkungan hidup
yaitu tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung
terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.[23]Selanjutnya
akibat dari perbuatan tersebut adalah kerusakan
lingkungan hidup yaitu perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap
sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.[24]
Pencemaran
juga bisa berarti berubahnya tatanan (komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia
dan proses alam, sehingga kualitas air/ udara menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Pencemaran lingkungan dapat
dikategorikan menjadi:
Pencemaran lingkungan hidup
harus menjadi perhatian yang serius di era saat ini. Meningkatnya
kegiatan industri seperti pertambangan telah banyak mengganggu ekosistem
lingkungan hidup dengan kegiatan penebangan pohon dan kebisingan alat-alat
pertambangan yang digunakan Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan
makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang
hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan.
Menurut WHO,
tingkat pencemaran didasarkan pada kadar zat pencemar dan waktu (lamanya)
kontak. Tingkat pencemaran dibedakan menjadi 3, yaitu sebagai berikut :
1.
Pencemaran yang mulai mengakibatkan iritasi (gangguan)
ringan pada
panca indra dan tubuh serta telah menimbulkan kerusakan pada
ekosistem lain. Misalnya gas buangan kendaraan bermotor yang
menyebabkan mata pedih.
panca indra dan tubuh serta telah menimbulkan kerusakan pada
ekosistem lain. Misalnya gas buangan kendaraan bermotor yang
menyebabkan mata pedih.
2.
Pencemaran yang sudah mengakibatkan reaksi pada faal
tubuh dan
menyebabkan sakit yang kronis. Misalnya pencemaran Hg (air raksa)
di Minamata Jepang yang menyebabkan kanker dan lahirnya bayi
cacat.
menyebabkan sakit yang kronis. Misalnya pencemaran Hg (air raksa)
di Minamata Jepang yang menyebabkan kanker dan lahirnya bayi
cacat.
3.
Pencemaran yang kadar zat-zat pencemarnya demikian
besarnya
sehingga menimbulkan gangguan dan sakit atau kematian dalam
lingkungan. Misalnya pencemaran nuklir.
sehingga menimbulkan gangguan dan sakit atau kematian dalam
lingkungan. Misalnya pencemaran nuklir.
Selain istilah pencemaran linkungan
juga terdapat istilah yang sama dengan itu, yaitu Kerusakan
lingkungan hidup.Kerusakan lingkungan hidup terjadi karena adanya
tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung sifat fisik
dan/atau hayati sehingga lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang
pembangunan berkelanjutan. Kerusakan lingkungan hidup terjadi di darat, udara,
maupun di air. Kerusakan lingkungan hidup yang akan dibahas dalam Bab ini
adalah meluasnya lahan kritis, erosi dan sedimentasi, serta kerusakan
lingkungan pesisir dan laut. Kerusakan
lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya sumber dayaair, udara,
dan tanah;
kerusakan ekosistem dan punahnyafauna liar.
Kerusakan lingkungan adalah salah satu dari sepuluh ancaman yang secara resmi
diperingatkan oleh High Level Threat
Panel dari PBB.[25]
C.
Perusahaan.
Perusahaan adalah tempat terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya semua faktor
produksi. Setiap perusahaan
ada yang terdaftar di pemerintah dan ada pula yang tidak. Bagi perusahaan yang
terdaftar di pemerintah, mereka mempunyai badan
usaha untuk
perusahaannya. Badan usaha ini adalah status dari perusahaan tersebut yang
terdaftar di pemerintah secara resmi.[26]
Di dalam ruang lingkup
pergaulan hukum di tengah-tengan masyarakat, di samping manusia sebagai
pendukung hak dan kewajiban, di dalam hukumpun menegaskan badan hukum juga
merupakan suatu subjek hukum yang dapat menjadi pendukung hak dan kewajiban.
Menurut Sri Soedewi Masjchoen, mengatakan bahwa badan hukum adalah kumpulan
orang-orang yang bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu badan, yaitu (1)
berwujud himpunan dan (2) harta kekkayaan yang disendirikan untuk tujuan tertentu, dan dikenal dengan yayasan.[27]
Menurut pendapat Soebekti, badan hukum adalah suatu
badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan
seperti menerima serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat dan menggugat
di muka hakim.[28]Sedangkan
menurut Rochmat Soemitro, badan
hukum adalah suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaanhak serta kewajiban
seperti orang-orang pribadi.[29]
Adanya badan hukum (rechtsperson) di samping manusia (natuurlijkperson) adalah suatu realitas
yang timbul sebagai kebutuhan hukum dalam pergaulan di tengah-tengah
masyarakat.Sebab manusia selain mempunyai kepentingan perorangan (individu)
juga mempunyai kepentingan bersama yang harus diperjuangkan bersama pula.Karena
itu mereka berkumpul mempersatukan diri dengan membentuk suatu organisasi dan
memilih pengurusan untuk mewakili mereka.Mereka juga memasukkan harta-kekayaan
mereka masing-masing menjadi milik bersama, dan menetapkan suatu peraturan
intern yang hanya berlaku dikalangan mereka anggota organisasi itu. Dalam
pergaulan hukum semua orang yang mempunyai kepentingan perlu sebagai “kesatuan yang batu” yang
mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban anggota-anggotanya serta dapat
bertindak hukum sendiri.[30]
Dalam pembagian suatu badan
hukum, untuk kegiatan perusahaan digolongkan kedalam suatu pembagian badan
hukum yang didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan serta kepentingan umum.
Sehubungan dengan hal tersebut
di atas, apabila dalam hal suatu badan hukum itu melakukan pelanggaran yang
mengakibatkan kerugian terhadap orang lain maka oleh hukum dapat dikenakan
sanksi baginya oleh karena stutus hukum yang disandangnya itu serta atas suatu
kepentingan dan permasalahan yang terjadi dalam suatu badan hukum tersebut,
perwakilan badan hukum tersebut dapat bertindak untuk dan atas nama badah hukum
termasuk suatu perusahaan.
Istilah perusahaan merupakan
itilah ekonomi yang dimasukkan kedalam hukum, khususnya hukum dagang.Setelah
istilah perusahaan (Iedriff) dan perbuatan Perusahaan (bedriffshandeling) dimasukkan kedalam
KUH Dagang mengganti istilah pedangan dan
perbuatan dagang.[31]Dalam
pemahaman Molengraaff pengertian
perusahaan seperti itu adalah pengertian ekonomis.Molengraaff mengatakan perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang
dilakukan secara terus menerus bertindak keluar untuk memperoleh penghasilan
dengan memperniagakan atau menyerahkan barang-barang atau mengadakan perjanjian
peniagaan.[32]
Berdasarkan ketentuan Staatsblad (lembaran negara) 1938 No.
276 , maka Pasal 2 sampai Pasal 5 KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) telah
di hapus sehingga berakibat pengertian “perdagangan” dihapus dan diganti
menjadi “perusahaan”[33]
a.
Menurut Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan Pasal 1 Huruf (b),
perusahaan adalah setiap bentuk usahayang menjalankan setiap jenis usaha yang
bersifat tetap dan terus-menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba;[34]
b.
Menurut
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Pasal 1 Butir (2),
perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan
terus-menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang
diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan
hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia.[35]
c.
Menurut
Pasal 1 huruf (c) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1987 tentang kamar dagang dan industry
(UU KADIN), Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis
usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, yang didirikan dan bekerja serta
berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba.
Dari perumusan batasan
mengenai perusahaan di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa Perusahaan suatu
setiap badan usaha yang melakukan kegiatan usaha untuk mencari atau memperoleh
keuntugan atau laba yang didirikan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Perusahaan adalah segala bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha
yang bersifat tetap, terus menerus, bekerja, berada dan didirikan di wilayah
Negara Indonesia dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba.
Ciri khas dari perusahaan adalah :
1.
Bekerja terus menerus
2.
Bersifat tetap
3.
Terang-terangan
4.
Mendapat keuntungan
5.
Pembukuan.
Menurut
Pemerintah Belanda ketika membacakan Memorie van Toelichting
(Penjelasan) Rencana Undang-Undang Wetboek van Koophandel di muka parlemen
menyebutkan, bahwa perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan
secara terus menerus, dengan terang-terangan dalam kedudukan tertentu, dan
untuk mencari laba bagi dirinya sendiri. Menurut
Molengraaf, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara
terus menerus, bertindak ke luar untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara
memperniagakan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
Perkembangan pengertian perusahaan
dapat dijumpai dalam UU No. 3 Tahun 1992 tentang Wajib Daftar Perusahaan, dan
UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan. Menurut Pasal 1 Huruf b UU No.
3 Tahun 1982, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang bersifat tetap dan
terus menerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Republik
Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba. Pasal 1 Butir 2 UU No.
8 Tahun 1997 mendefinisikan perusahaan sebagai bentuk usaha yang melakukan
kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan
atau laba baik yang diselenggarakan oleh orang perseorangan maupun badan usaha
yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum, yang didirikan dan
berkedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia. Berdasarkan uraian di
atas, dapat disimpulkan bahwa sesuatu dapat dikatakan sebagai perusahaan jika
memenuhi unsur-unsur di bawah ini:
- Bentuk usaha, baik yang dijalankan secara orang perseorangan atau badan usaha;
- Melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus; dan
- Tujuannya adalah untuk mencari keuntungan atau laba.
Perusahaan menjalankan setiap kegiatan usaha yaitu aktivitas-aktivitas yang
terletak di bidang perekonomian.Dengan kata lain kegiatan nperusahaan adalah
kegiatann ekonomis (bedriff, business),
yaitu kegiatan yang berkaitan dengan memperoleh keuntugan atau laba, seperti
membuata atau mengelola barang, perdagangan barang atau jasa, dan sebagainya.[36]
Sebagaimana hukum mengatur tata tertib serta perilaku manusia dalam
bermasyarakat, demikian juga hukum mengatur suatu kegiatan usaha, mulai
didirikannya suatu perusahaan sampai perusahaan itu dikatakan pailit serta
mengatur tata tertib dalam melakukan kegiatan usaha. Untuk itu muncullah apa
yang dinamakan Hukum Perusahaan.
Menurut R. T Sutantya R Hadikusuma dan
Sumantoro mengatakan bahwa Hukum Perusahaan adalah hukum yang
(secara khusus) mengatur tentang bentuk-bentuk perusahaan serta segala
aktivitas/kegiatan yang berkaitan dengan jalannya suatu perusahaan.[37]
Pengaturan perusahaan dalam hukum
Indonesia sampai saat ini masih tersebar di dalam berbagai perundang-undangan. Pengaturan
perusahaan yang dimaksud dapat dirinci dalam 2 (dua) kelompok pengaturan sebagai
berikut :
1.
Kelompok
pengaturan yang berhubungan dengan eksistensi perusahaan sebagai sebuah
entitas hukum, yaitu menyengkut keberadaan perusahaan sebagai sebuah organisasi
bisnis; dan
2.
Kelompok
pengaturan perusahaan sehubungan dengan kedudukan pelaku ekonomi, yang menyangkut bagaimana perusahaan itu dikelolah
dan dijalankan sehingga sesuai dengan pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Sehubungan dengan eksistensi perusahaan sejumlah peraturan yang mengatur
perusahaan di indonesia adalah sebagai berikut :[38]
1.
Persekutuan
Perdata
Pasal 1618 KUH Perdata, menerangkan bahwa Persekutuan Perdata adalah suatu
persetujuan antara dua orang atau lebih yang berjanji untuk memasukkan sesuatu
ke dalam perseroan itu dengan maksud supaya keuntungan yang diperoleh dari
perseroan itu dibagi di antara mereka.[39]
2.
Persekutuan
Firma
Di dalam Pasal 16 KUHDagang, menerangkan bahwa Persekutuan Firma adalah
Perserikatan yang diadakan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan memakai
nama bersama.[40] Persekutuan
Komanditer (commanditaire vennotschap)
Menurut pasal 19 KUHD, CV adalah persekutuan dengan jalan peminjaman uang (Geldscheiter)atau disebut juga
persekutuan komanditer, diadakan antara seorang sekutu atau lebih yang
bertanggung jawab secara pribadi dan untuk seluruhnya dengan seorang atau lebih
sebagai sekutu yang meminjamkan uang.
3.
Perseroan
Terbatas (PT)
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas menjelaskan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.[41]
4.
Koperasi
Koperasi
yaitu perusahaan yang dimiliki oleh anggota perusahaan koperasi secara
perorangan dan badan hukum koperasi. Menurut UU No.25 Thn 1992 koperasi yaitu
badan usaha yang beranggotakan seorang atau badan hukum dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsif koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan atas azaz kekeluargaan.
5.
Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan
yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang
sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
6.
Perum
Dalam
instruksi presiden RI Nomor 17 tanggal 28 Desember tahun 1967 dinyatakan bahwa
kegiatan usaha Perum terutama ditujukan untuk melayani kepentingan umum baik
kepentingan dibidang produksi, distribusi, maupun konsumsi tanpa mengabaikan
prinsip efisiensi.
7.
Persero
Persero
merupakan Badan Usaha yang dikelola oleh Negara atau Daerah. Tujuan
didirikannya Persero yang pertama adalah mencari keuntungan dan yang kedua
memberi pelayanan kepada umum. Modal pendiriannya berasal sebagian atau
seluruhnya dari kekayaan negara yang dipisahkan berupa saham–saham
Dalam
kaitannya lingkungan hidup.Dalam hal suatu perusahaan akan mendirikan bahkan
melakukan kegiatan usahanya wajib mendapat ijin dari pemerintah. Dan proses
produksi suatu perusahaan harus juga mendapat ijin lingkungan yaitu seperti
yang dijelaskan dalam UUPPLH Pasal 1 angka 35 “Izin lingkungan adalah izin yang
diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib
amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.”[42]
Setiap
recana usaha wajib memperhatikan ijin selain ijin yang berkaitan dengan
pendirian perusahaan terdapat juga ijin yang secra khusus berkaitan dengan
dampak lingkungan hidup.Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) Setiap
Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki
Izin Lingkungan.[43]Ayat
(2) Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui
tahapan kegiatan yang meliputi:
a)
penyusunan
Amdal dan UKL-UPL;
b)
penilaian
Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan
c)
permohonan
dan penerbitan Izin Lingkungan.
Analisis dampak lingkungan (di Indonesia, dikenal dengan nama AMDAL) adalah kajian mengenai dampak
besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan
memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud
lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik dan kultural. Dasar hukum
AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang "Izin
Lingkungan Hidup" yang merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 tentang Amdal.[44]
Sebagai contoh dalam Perusahaan
industri mempunyai kewajiban dalam upaya pencegahan timbulnya kerusakan dan
pencemaran terhadap lingkungan hidup sebagaimana telah diatur dalamPasal 21 UU Perindustrianyang
berbunyi:
1)
Perusahaan industri wajib
melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta
pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat
kegiatan industri yang dilakukannya
2)
Pemerintah mengadakan pengaturan
dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan
kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat
kegiatan industri.
3)
Kewajiban melaksanakan upaya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu
dalam kelompok industri kecil.[45]
Selanjutnya mengenai
tanggung jawab suatu perusahaan yaitu dalam Pasal 65 ayat (1)” dan
”setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup”
Dalam PP Nomor 47 tahun
2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas,
Pasal 2
Setiap
Perseroan selaku subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Pasal 3
1)
Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 menjadi kewajiban bagi Perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam
berdasarkan Undang-Undang.
2)
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lingkungan
Perseroan.[46]
Selanjutnya Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan
terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Tanggung JawabPerusahaanTerhadap Pencemaran
Lingkungan.
Suatu perusahaan yang menjalankan usahanya di
lingkungan masyarakat, sedikit banyak akan menimbulkan berbagai dampak. Baik
itu dampak negative maupun positif. Dan setiap perusahaan harus memiliki
tanggung jawab terhadap setiap kegiatan yang dijalankannya. Setiap perusahaan
memiliki tanggung jawab sosial
terhadap masyarakat dan lingkungan. Untuk merealisasikan bentuk tanggung jawab
tersebut, setiap perusahaan memiliki cara yang berbeda-beda.
Dalam hal
terjadi pencemaran lingkungan oleh perusahaan, perusahaan harus mampu
bertanggug jawab, oleh karena itu secara garis besar penulis mengklasifikasikan
prinsip tanggung jawab suatu perusahaan terhadap pencemaran lingungan yaitu
mengenai prinsip tanggung jawab sosial perusahaan, prinsip tanggung jawab
hukum, dan politik tanggung jawab administrasi (politik) Secara keseluruhan
tanggung jawab tersebut secara lebih jelas akan dijelaskan melalui tanggung
jawab-tanggung jawab
Setiap orang
yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan menghasilkan dan/atau
mengelola limbah B3, dan/atau
yang menimbulkan ancaman
serius terhadap lingkungan
hidup bertanggung jawab
mutlak atas kerugian yang
terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan (principle strict liability). Dan dalam
prinsip tanggung jawab social dikenal juga prinsip tanggung gugat oleh
perusahaan akibat pencemaran lingkungan.
Melihat
keseluruhan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UUPPLH, penulis
mengkualifikasikan mengenai pertanggungjawaban perusahaan umumnya yaitu
pertanggungjwaban perdata, pertanggungjawaban pidana dan pertanggungjawaban
administrasi. pertanggungjawaban-pertanggungjawaban tersebut, dijelaskan
sebagai berikut :
a.
Tanggung
Jawab Perdata.
Menurut Pasal Pasal 1 angka (5) PERMEN No 13 tahun
2011 tentangGanti Rugi Terhadap Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan, Ganti kerugian adalah biaya yang harus ditanggung oleh
penanggung jawab kegiatan dan/atau usaha akibat terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan.[47]
Menurut Pasal 87 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentangPerlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup(“UUPPLH”):
“Setiap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar
hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan
kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi
dan/atau melakukan tindakan tertentu.”
Di dalam hukum perdata
megatur tentang ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum. Yang dimaksud dengan
perbuatan melanggar hukum adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh salah satu
pihak atau lebih telah merugikan pihak lain. Perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan salah satu pihak atau lebih baik itu dilakukan dengan sengaja atau
tidak sengaja sudah barang tentu akan merugikan pihak lain yang haknya telah
dilanggar (Pasal 1365 BW).[48]
Yang dimaksud dengan
perbuatan melanggar hukum menurut Pasal 1365 KUH Perdata, adalah “tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan
yang karena kesalahannya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut”.[49]perbuatan
melawan hukum merupakan suatu perbuatan yang melanggar Undang-undang,
kesusilaan, kepentingan umum, dan kepatutan.
Untuk
itu setiap orang atau badan usaha yang melakukan perbuatan melawan hukum
(pencemaran lingkungan) harus bertangung jawab atas kerugian yang dialami oleh
masyarakat ataupun pemerintah serta pihak lainya. Pertanggung jawaban tersebut
berupa pertanggungjawaban perdata, pidana dan adminisrasi. Untuk itu mengenai
pemberian ganti rugi atau kompensasi yaitu berkaitan dengan tanggungjawab
keperdataan dengan dasar suatu perbuatan melawan hukum.
Selanjutnya dalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 12 Tentang Ganti Rugi Terhadap Pencemaran Dan/atau Kerusakan
Lingkungan menjelaskan hal-hal mengenai ganti rugi adalah sebagai berikut:
Pasal 3
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau masyarakat
dan/atau lingkungan hidup atau negara wajib:
a. melakukan tindakan tertentu; dan/atau
b. membayar ganti kerugian.
Pasal 4
Kewajiban melakukan tindakan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 3 huruf a meliputi:
a.
pencegahan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b.
penanggulangan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; dan/atau
c.
pemulihan
fungsi lingkungan hidup.
Pasal 5
(1)
Kerugian
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b meliputi:
a.
kerugian
karena tidak dilaksanakannya kewajiban pengolahan air limbah, emisi, dan/atau
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun;
b.
kerugian
untuk pengganti biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup serta pemulihan lingkungan hidup;
c.
kerugian
untuk pengganti biaya verifikasi pengaduan, inventarisasi sengketa lingkungan,
dan biaya pengawasan pembayaran ganti kerugian dan pelaksanaan tindakan
tertentu;
d.
kerugian
akibat hilangnya keanekaragaman hayati dan menurunnya fungsi lingkungan hidup;
dan/atau
e.
kerugian
masyarakat akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(2)
Kerugian
akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikelompokkan menjadi kerugian yang:
a.
bersifat
tetap; dan
b.
bersifat
tidak tetap.
(3)
Kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d merupakan
kerugian yang bersifat tetap.
(4)
Kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan kerugian yang bersifat
tidak tetap.
Pasal 6
(1)
Penghitungan
ganti kerugian harus dilakukan oleh ahli yang memenuhi kriteria:
a.
memiliki
sertifikat kompetensi; dan/atau
b.
telah
melakukan penelitian ilmiah dan/atau berpengalaman di bidang:
1.
pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
2.
evaluasi
ekonomi lingkungan hidup.
(2)
Dalam
hal hanya memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ahli
yang melakukan penghitungan ganti kerugian harus berdasarkan penunjukan dari
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota.
Pasal 7
Penghitungan ganti kerugian akibat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan sesuai
dengan tata cara penghitungan ganti kerugian sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
Pasal 8
(1)
Pembayaran
ganti kerugian dan pelaksanaan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 dilakukan berdasarkan:
a.
kesepakatan
yang dicapai oleh para pihak yang bersengketa melalui mekanisme penyelesaian
sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan; atau
b.
putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap melalui mekanisme penyelesaian sengketa
melalui pengadilan.
(2)
Dalam
hal pelaku pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup tidak melaksanakan
penanggulangan dan/atau pemulihan, instansi lingkungan hidup dapat
memerintahkan pihak ketiga untuk melakukan penanggulangan dan/atau pemulihan
dengan beban biaya ditanggung oleh pelaku pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.[50]
Setiap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan (perusahaan/badan hukum) yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan dianggap sebagai Perbuatan
Melawan Hukum. Penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan tersebut memiliki tanggung jawab untuk mengganti
kerugian yang ditimbulkan, sejauh terbukti telah melakukan perbuatan pencemaran
dan/atau perusakan. Pembuktian tersebut baik itu nyata adanya hubungan kausal
antara kesalahan dengan kerugian (liability based on faults) maupun
tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan (liability without faults/strict
liability) (Pasal 88 UUPPLH).
Bagi
pihak yang merasa dirugikan terhadap pencemaran akibat usaha industri, dapat
mengadukan atau menyampaikan informasi secara lisan maupun tulisan kepada
instansi yang bertanggung jawab, mengenai dugaan terjadinya pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatan pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan/atau pasca pelaksanaan sebagaimana yang telah diatur secara
rinci dalam Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan Penanganan
Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan Lingklungan Hidup.
Untuk pemberian ganti rugi dapat dilakukan setelah adanya putusan yang
telah berkekuatan hukum tetap.Pemberian ganti rugi dapat dimintakan melalui
pengajuan gugatan (dalam Petitum) ke pengadilan.Bagian yang mendukun untuk
suatu petitum (pokok tuntutan) adalah
posita (dasar tuntutan). “Posita”
(dasar gugatan) pada umumnya dalam praktek memuat perihal fakta / peristiwa
hukum (rechtfeitan) yang menjadi
dasar gugatan tersebut (tentang peristiwanya) serta uraian singkat perihal
hukumnya yaitu dalam kaitan dengan terjadinya hubungan hukum tersebut tanpa
harus menyebut pasal-pasal perundang-undang atau aturan aturan hukum termasuk
hukum adat, sebab hal seperti itu akan di tunjukkan atau dijelaskan oleh hakim
dalam putusannya nanti jika dipandang perlu.[51]Dan
pemebrian ganti rugi pula dapat diberikan setelah adanya kesepakatan bersama
dalam upaya negosiasi, mediasi dan juga arbitrase.
Putusan hakim memuliki kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian, kekuatan
eksekutorial.Untuk itu putusan hakim memiliki kekuatan eksekutorial dimana
putusan tersebut dapat dijalankan apabila telah memiliki kekuatan hukum
tetap.kekuatan eksekutorial yaitu kekuatan untuk dilaksanakan apa-apa yang
ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat Negara terhadap pelaku
usaha atau perusahaan yang tealah melakukan pencemaran lingkungan.
b.
Tanggung
Jawab Pidana
“Tiada pidana
tanpa kesalahan” dan tiada pertanggungjawaban pidana tanpa perbuatan pidana”
istilah tersebut merupakan suatu teori pertanggungjawaban dalam hukum pidana.
Seorang/badan usaha (korporasi) yang melakukan tindak pidana wajib
mempertanggung jawabkan perbuatannya.UUPPLH telah mengatur mengenai Pertanggung
jawaban pidana terhadap perusahaan yang melakukan perusakan atau pencemaran
lingkungan, seperti yang dijelaskan pada pasal-pasal terbut di bawah ini.
Pasal
116
1)
Apabila
tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan
usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
a. badan usaha; dan/atau
b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak
pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam
tindak pidana tersebut.
2)
Apabila
tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang
bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap
pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan
tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.
Pasal
117
Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah
atau pemimpintindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf
b,ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberatdengan
sepertiga.
Pasal
118
Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang
diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku fungsional.
Pasal
119
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata
tertib berupa:
a.
perampasan
keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
b.
penutupan
seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
c.
perbaikan
akibat tindak pidana;
d.
pewajiban
mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e.
penempatan
perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal
120
1)
Dalam
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d, jaksa berkoordinasi dengan instansi yang bertanggung
jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk
melaksanakan eksekusi.
Dalam melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 huruf e, Pemerintah berwenang
untuk mengelola badan usaha yang dijatuhi sanksi penempatan di bawah pengampuan
untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.[52]
c.
Tanggung
Jawab Adminitrasi
Berjalannya suatu
perusahaan memerlukan suatu kepastian hukum atas hak untuk mendirikan dan
menjalankan kegiatan usahannya.Untuk itu dalam legalisasi berdiri serta
berjalannya kegiatan usaha dalam suatu perusahaan, membutuhkan peran serta pemerintah
untuk menerbitkan keputusan terhadap keabsaahan berdiri dan berjalannya suatu
kegiatan usaha.Bentuk suatu legalitas berdiri dan berjalannya suatu perusahaan
adalah mengenai penerbitan atau pemberian ijin oleh pemerintah.
Setiap
perusahaan wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan
yang berlaku seperti yang telah di jelaskan dalam berbagai peraturan yang
berlaku khususnya dalam lingkup UUPPLH.
UUPPLH mengatur
ketentuan-ketentuan yang berwawasan lingkungan, oleh karena itu suatu kegiatan
usaha atau perusahaan dalam melakukan proses produksinya wajib memperhatikan
situasi dan kondisi lingkungan sekitarnya. Berarti, apabila terjadi pelanggaran
oleh perusahaan sehingga terjadi perusakan atau pencemaran lingkungan maka,
terhadap perusahaan tersebut dapat dikenakan pertanggungjawaban atas
perbuatanya tersebut.Untuk itu berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab
pemerintah yang telah mengeluarkan izin usaha pada suatu perusahaan, maka
secara konstitusional pemerintah terkaitpun wajib untuk mencabut izin tersebut.
Dalam UUPPLH telah mengatur mengenai pertanggungjawaban administrasi suatu
perusahaan, seperti dijelaskan oleh pasal-pasal di bawah ini:
Pasal 76
(1)
Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada
penangung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap izin lingkungan.
(2)
Sanksi
administratif terdiri atas:
a.
teguran
tertulis;
b.
paksaan
pemerintah;
c.
pembekuan
izin lingkungan; atau
d.
pencabutan
izin lingkungan.
Pasal 77
Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan
sanksi administratif terhadap pelanggaran yangserius di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 78
(1)
Sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 tidak membebaskan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung
jawab pemulihan dan pidana.
Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan
izin lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d
dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan
pemerintah.
Pertanggung
jawaban tersebut dapat di bebankan apabila telah ada putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap oleh pengadilan atau pejabat/badan terkait lainya
dan/atau telah ada kesepakatan bagi pertanggungjawaban perdata.
B.
Upaya Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lingkungan Yang
Dilakukan Oleh Perusahaan.
Permasalahan lingkungan
hidup berkembang dengan cepat ditandai dengan kegiatan pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup yang sangat terkait erat dengan perkembangan kemajuan
teknologi yang menjadi kunci utama dari kesuksesan kegiatan pembangunan
nasional multi aspek. Akses kemajuan tenologi memberi dampak, tidak hanya
positif tetapi juga dampak negatif, khususnya bagi pelestarian lingkungan hidup.
Dengan terjadinya pencemaran lingkungan tersebut,
tentunya menimbulkan dampak buruk bagi kelangsungan kehidupan manusia atau
masyarakan sekitarnya. Biasanya pencemaran lingkungan terjadi akibat proses
produksi suatu perusahaan. Oleh karena itu tentunya setiap masyarakat yang
mengalami dampak akibat pencemaran lingkungan itu mengajukan suatu keberatan
bahkan tuntutan kepada suatu perusahaan itu dengan dampak negatif itu yang
membuat ketidak nyamanan pada keadaan lingkungan sekitar.
Sengketa pencemaran lingkungan merupakan suatu
sengketa yang terjadi akibat dari suatu proses produksi dari suatu perusahaan.
Biasanya sengketa terjadi apabila salah satu pihak mengajukan keberatan ataupun
tuntutan kepada suatu perusahaan agar kiranya bertanggungjawab atas pencemaran
yang dilakukannya itu.
Indonesia merupakan suatu Negara hukum yang prosedur
segala sesuatunya diatur dalam suatu peraturan-peraturan tertentu, termasuk
peraturan mengenai mekanisme, serta upaya penyelesaian sengketa pencemaran
lingkungan baik yang dilakukan perorangan baik suatu korporasi atau perusahaan.
Menurut Pasal 1 angka
(25) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, menjelaskan bahwa “Sengketa
lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul
dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.”[53]
Dalam hal
terjadinya sengketa atas pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh suatu
perusahaan, Dalam struktur penegakan hukum terdapat tiga
instrumen, yaitu melalui instrumen administratif atau pemerintah; instrumen
hukum perdata oleh pihak yang dirugikan sendiri atau atas nama kepentingan
umum; dan instrumen hukum pidana melalui tindakan penyidikan.Penyelesaian
sengketa lingkungan dapat dilakukan melalui pengadilan atau di luar pengadilan.
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan yaitu melalui proses perdata dan
pidana. Sedangkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan melalui
arbitrase dan musyawarah yaitu negosiasi, mediasi, dan konsiliasi sesuai
pilihan hukum berupa kesepakatan dan bersifat pacta sunt servanda bagi
para pihak.
Upaya
penyelesaian sengketa erat sekali hubungannya dengan suatu penegakakn hukum
(hukum lingkungan).Penegakan hukum mempunyai makna, bagaimana hukum itu harus
dilaksanakan, sehingga dalam penegakan hukum tersebut harus diperhatikan unsur-unsur
kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan.[54]
Dalam proses penyelesaian perkara di pengadilan dapat juga dilakukan
sendiri oleh slah satu pihak juga boleh menggunakan orang lain sebagai
kuasa. Kuasa tersebut bertindak untuk
dan atas nama pemberi kuasa (untuk masalah perdata dan administrasi serta upaya
diluar pengadilan dan mediasi). Makna kata-kata “untuk dan atas namanya”,
berarti bahwa yang diberi kuasa bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa,
sehingga segala sebab dan akibat dari perjanjian ini menjadi tanggung jawab
sepenuhnya dari pemberi kuasa dalam batas-batas kuasa yang diberikan.[55]Dan
apabila dalam hal pihak yang dirugikan lebih dari satu orang atau sekelompok
orang, maka dapat mengajukan gugatan Class
Action.
Dan penyelesaian sengketa melalui
istrumen-instrumen tersebut di atas dapat di jelaskan sebagai berikut :
1.
Instumen
Administrasi (Upaya Administrasi)
Penyelesaian
sengketa lingkungan melalui peradilan tata usaha negara adalah dengan
mengajukan gugatan di pengadilan peradilan tata usaha negara dengan tujuan agar
supaya hakim membatalkan penerbitan izin lingkungan yang tidak cermat, sehingga
dapat menghentikan dengan segera pencemaran lingkungan yang terjadi. Mengenai tugas dan wewenang
pemerintah terdapat dalam Pasal 63 ayat 1 samapai 3 UU No. 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Penyelesaian sengketa lingkungan melalui upaya hukum
administrasi dilakukan kepada pemerintan yang oleh tugas dan tanggung jawabnya yang
berwenang mengeluarkan izin suatu perusahaan.Penyelesaian
sengketa lingkungan melalui peradilan tata usaha negara berfungsi untuk
menghentikan pencemaran lingkungan yang terjadi melalui prosedur hukum
administrasi. Dasar hukum gugatan sengketa lingkungan melalui peradilan tata
usaha negara mengacu kepada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Peradilan Tata
Usaha Negara.
Sebelum pihak yang dirugikan akibat pencemaran
lingkungan mengajukan gugatan ke PTUN, pihak yang dirugikan berhak untuk
melakukan upaya administrasi yaitu mengajukan keberatan ke pihak pemerintah
yang bersangkutan atau yang telah mengeluarkan izin, namum apabila dalam
keberatan ini tidak mendapat penyelesaian maka pihak yang dirugikan dapat
mengajukan banding administrasi ke atasan badan yang telah mengeluarkan izin tersebut.
Seperti kita ketahui bersama bahwa pemberian izin
merupakan suatu keputusan tata usaha Negara, maka untuk memperoleh perlindungan
kepastian hukum serta keadilan, dapat mengajukan gugatan ke PTUN dalam rangka
permohonan pembatalan ataupun pencabutan Izin tersebut.
Di dalam hukum positif
Indonesia, kedua alat ukur dimaksud dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 yang dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, dan perubahan kedua
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Pasal 53 Undang-Undang dimaksud memuat
alasan-alasan yang digunakan untuk menggugat pemerintah atas keputusan Tata
Usaha Negara yang telah dikeluarkan yang menimbulakan kerugian bagi pihak yang
terkena Keputusan Tata Usaha Negara dimaksud. Secara lengkap Pasal 53 dimaksud
adalah sebagai berikut:
Pasal
53
(1) Orang
atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu
Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan
yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai
tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.
(2) Alasan-alasan
yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Keputusan
Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b. Keputusan
Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik.[56]
Untuk mekanisme penyelesaian
sengketa dalam Peradilan Tata Usaha Negara yaitu, mengajukan gugatan ke PTUN
melalui Panitera PTUN, setelah PTUNmenerima sebuah gugatan (permohonan
pencabutan izin). Setelah gugatan diterima oleh dan
atas pertimbangan majelis hakim, kemudian tibalah dalam proses persidangan. Dan
meskipun dalam hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara tidak mengenal prosedur
(dading) seperti halnya dalam perkara
perdata, tapi dalam persidangan ini sering dipergunakan sebagai forum
perdamaian. Dalam sidang pengadilan, para pihak yang bersengketa haruslah hadir
dalam persidangan dengan surat panggilan sidang (relaas). Setelah Hakim Ketua Sidang memulai pemeriksaan di
pengadilan, hakim langsung membacakan isi gugatan. Dan apabila sudah ada
jawaban atas gugatan itu, juga hakim akan segera membacakannya tapi apabila
belum ada, hakim akan memberikan kesempatan kepada tergugat pada sidang
berikutnya. Kemudian setelah jawaban gugatan telah diajukan dan dibacakan oleh
hakim, maka penggugat diberikan kesempatan lagi untuk membalas jawaban gugatan
oleh tergugat (Replik), demikian juga
hakim memberikan kesempatan bagi tergugat untuk membalas replik penggugat (Duplik).
Selanjutnya adalah tahap pembuktian
dimana penggugat dan tergugat saling membuktikan dalil yang telah diajukan
dalam proses jawab-menjawab pada proses persidangan awal.Dalam proses
pembuktian ini sangatlah menentukan putusan hakim. Dalam pembuktian harus
sekurang-kurangnya dua alat bukti sah.Dan proses atau tahap selanjutnya adalah
masing-masing pihak mengajukan kesimpulan kepada hakim. Kemudian sebelum hakim
menjatuhkan putusan atas permasalahan tersebut, para majelis hakim
bermusyawarah untuk pengambilan keputusan. Kemudian apabila telah mendapat
kesimpulan atas musyawarah tersebut, maka hakim akan memutuskan perkara
tersebut.
Dan atas putusan hakim tingkat pertama, dalam Pasal 122 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Dalam tingkat banding, para
pihak diberi kesempatan untuk mengajukan argumen-argumennya dalam bentuk memori
banding. Dan dalam tingkat ini pula harus mengajukan bukti-bukti baru yang
menjadi alasan diajukannya banding. Tenggang waktu permohonan banding adalah 14
hari termasuk hari dimana putusan tingkat pertama dijatuhkan. Dan apabila dalam
tingkat banding ini telah dijatuhkan putusan oleh hakim, pihak yang masih
merasa dirugikan ataupun belum puas akan keputusan tersebut, Undang-Undang
memperbolehkan pihak yang dirugikan untuk melakukan upaya hukum Kasasi (Pasal
10 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman). Dan terhadap
putusan yang dijatuhkan oleh Mahkama Agung, Undang-undang memperbolehkan pihak
yang masih merasa dirugikan oleh putusan tersebut untuk melakukan upaya hukum
peninjauan kembali. Dan setelah dijatuhkan putusan melalui upaya hukum kasasi
ini, tidak ada lagi upaya hukum lain. Atas putusan dalam tingkat peninjauan
kembali ini maka putusan ini merupakan putusan final dan mempunyai kekuatan
hukum yang tetap (inkracht van gewijsde)
yang akan dilaksanakan.
Apabila putusan pengadilan berupa pengabulan gugatan (Pasal
97 ayat (7) huruf b, UU Peradilan TUN), maka kewajiban harus dilaksanakan oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara Meliputi:
1. Pencabutan Keputusan Tata Usaha
Negara yang bersangkutan (Pasal 97 ayat (9) huruf a)
2. Pencabutan Keputusan Tata Usaha
Negara yang bersangkutan dan menerbitkan keputusan yang baru (Pasal 97 ayat (9)
huruf b)
3. Penerbitan Keputusan Tata Usaha
Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3. (Pasal 97 ayat (9) huruf c)
4. Membayar ganti rugi (Pasal 97 ayat
(10) jo Pasal 120)
5. Melakukan rehabilitasi (Pasal 97
ayat (11) jo Pasal 121).[57]
Apabila dengan diterbitkannya KTUN (izin
lingkungan) merugian kepentingan orang atau juga badan hukum perdata maka dapat
diajukan gugatan di peradilan tata usaha negara dengan alasan-alasan
sebagaimana disebut oleh Pasal 53 ayat 2 agar KTUN (izin lingkungan) itu
dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai ganti kerugian. Dalam Pasal 76 ayat 2 mengklasifikasikan sanksi
administrasi terdiri dari ;
teguran tertulis; paksaan pemerintah; pembekuan izin lingkungan; atau
pencabutan izin lingkungan.[58]
Selanjutnya Pasal 77 menjelaskan bahwa “Menteri dapat menerapkan sanksi
administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika Pemerintah
menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi
administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.”[59]Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau
pencabutan izin lingkungan pembekuan izin lingkungan dan pencabutan lingkungan
apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan
pemerintah.Artinya, meskipun izin lingkungan yang
diterbitkan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal dan dilengkapi
dengan dokumen amdal atau izin lingkungan yang diterbitkan kepada kegiatan yang
wajib UKL-UPL dan dilengkapi dengan UKL-UPL ataupun suatu izin usaha yang
dilengkapi dengan izin lingkungan, namun apabila dengan diterbitkannya
izinlingkungan ini menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan sehingga
merugikan kepentingan orang atau badan hukum perdata maka dapatlah diajukan
gugatan di badan peradilan tata usaha negara agar izin lingkungan itu
dinyatakan batal atau tidak sah, bahkan dicabut izinnya. Dengan
adanya gugatan sengketa lingkungan di peradilan tata usaha negara adalah
bertujuan untuk membatalkan izin lingkungan yang dimiliki oleh suatu usaha
dan/atau kegiatan. Dengan dibatalkannya izin lingkungan tersebut berarti suatu
usaha atau kegiatan tidak dapat melanjutkan lagi usaha atau kegiatannya
sehingga sumber pencemarannya dapat dihentikan. Sasaran yang dituju disini
adalah aspek perbuatannya (pencemarannya). Gugatan terhadap izin lingkungan di
peradilan tata usaha bertujuan untuk menghentikan pencemaran yang terjadi.
2.
Insrumen Perdata (upaya perdata)
Hukum lingkungan keperdataan telah mengatur
perlindungan hukum bagi korban pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
yang mengakibatkan kerugian dan penderitaan. Tujuan penyelesaian sengketa lingkungan melalui
peradilan umum (perdata) hanyalah untuk memperoleh ganti rugi atas pencemaran
ataupun perusakan lingkungan.
Hukum acara perdata merupakan bagian dari hukum publik
mempunyai makna penting, dan oleh karena itu mengandung arti, bahwa dalam
mempertahankan dan melaksanakan hukum perdata materil tersebut adalah merupakan
persoalan tata tertib hukum acara menyangkut kepentingan umum.[60]
Mekanisme penyelesaian
sengketa pencemaran lingkungan melalui peradilan umum (perdata) yaituMengajugakan Gugatan Ke Pengadilan.Surat gugatan pada dasarnya berisi dan
berpedoman pada Pasal 8 No. 3 BRv : apa yang dituntut kepada tergugat,
dasar-dasar tuntutan dan bahwa tuntutan tersebut harus jelas (terang) dan
tertentu :
-
POSITA ialah : Dasar gugatan/de middelen van de
eis (Fundamentum petendi).
-
PETITUM ialah : Hal-hal apa saja yang dituntut/
onderwerp (voorwerp) van de eis (pokok tuntutan). Dalam tuntutan/ petitum
merupakan perumusan secara tegas dan jelas terhadap apa yang menjadi tuntutan
penggugat terhadap tergugat/para tergugat yang akan di putusan hakim dalam
putusannya.[61]
Setiap proses perkara
perdata ke pengadilan negeri dimulai dengan pengajuan surat gugatan oleh
penggugat atau wakil/ kuasanya.[62]Dan
perlu diketahui, bahwa dalam setiap upaya penyelesaian sengketa walaupun sudah
masuk dalam persidangan, tetapi hakim tidak menutup kesempatan bagi kedua belah
pihak untuk melakukan mediasi.
Setelah surat gugatan
diterima, hakim memanggil kedua belah pihak yang bersengketa untuk hadir dalam
sidang pengadilan, setelah penggugat membacakan gugatannya, hakim memberikan
kesempatan kepada tergugat untuk membacakan jawaban gugatannya. Pada umumnya
atas adanya gugatan penggugat maka pada permulaan beracara menjawab dan jawaban
dapat berupa :
a. Pengakuan :
Seluruh atau sebagian
dalil-dalil gugatan;
b. Referte :
Tidak membantah atau
membenarkan gugatan, jadi terserah kepada hakim , menyerahkan saja pada putusan
hakim;
c. Menyangkal/bantahan (verweer) :
-
Eksepsi
-
Ten principale.[63]
a.
Replik dan Duplik
Setelah pembacaan
jawaban gugatan, hakim memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk
membacakan replik (penggugat) duplik (terguggat).Dalam replik dan duplik ini
berisikan argumen-argumen antara para pihak dalam mempertahankan kebenarannya
masing-masing.pemeriksaan pokok
perkara dilanjutkan dengan pembuktian dari Pihak Penggugat dan Tergugat maupun
Turut Tergugat, baik berupa bukti tertulis (surat) maupun bukti saksi, ahli dan
bilamana dipandang perlu dilakukan pemeriksaan terhadap obyek sengketa
(Pemeriksaan setempat), apabila obyek sengketanya berupa benda tidak bergerak
atau benda tetap. Pembuktian merupakan hal yang sangat penting dalam
proses persidangan karena dalam proses ini sangat menentukan apakah tergugat
ataupun penggugat dapat membuktikan dalil-dalil mereka.Apabila dari serangkaian tahapan atau proses
jawab-menjawab, Replik, Duplik dan pembuktian dari masing-masing pihak telah
selesai, maka para pihak mengajukan dapat mengajukan kesimpulan dan pada
akhirnya mohon putusan.
Apabila Penggugat mampu membuktikan seluruh dalil-dalil
gugatannya maka gugatan Penggugat akan dikabulkan seluruhnya dan apabila
terbukti sebagian, maka gugatan Penggugat akan dikabulkan sebagian serta
menolak gugatan selain dan selebihnya. Sebaliknya apabila Tergugat mampu
mematahkan dalil-dalil gugatan Penggugat, maka gugatan Penggugat akan ditolak
seluruhnya. Demikian pula apabila gugatan Penggugat kabur dan secara formil
tidak memenuhi syarat, maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard).Terhadap putusan
pengadilan negeri masi terdapat kecurangan, ketidak adilan atau salah satu
pihak tidak merasa puas, oleh peraturan perundang-undangan, diboleh untuk
mengajukan upaya hukum. Adapun upaya hukum yang dapat di tempuh sebagai berikut
:
-
Biasa
Upaya hukum biasa
yaitu banding dan kasasi.Upaya hukum banding merupakan upaya hukum yang dapat
dilakukan salah satu pihak yang merasa tidak puas atas keputusan tingkat
pertama (PN), sedangkan Kasasi adalah upaya hukum yang dapat dilakukan atas
putusan pengadilan tingkat kedua (PT).
-
Luar Biasa
Upaya hukum luar
biasa yaitu Peninjauan Kembali.Peninjauan kembalai merupakan upaya hukum yang
dapat dilakukan salah satu pihak yang merasa dirugikan atas putusan MA, atau
bahkan salah satu pihak dapat menemukan bukti baru/keadaan baru (novum), serta
atas putusan yang tidak adil yang dijatuhkan hakim.
Pemberian ganti rugi dapat dikabulkan atau dipenuhi setelah ada putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.Karena atas dasar putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap, maka dapat dilaksanakan eksekusi atau
pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Putusan pengadilan dibedakan atas 3 sifat putusan :
1. Putusan yang bersifat
Condemnatoir bersifat menghukum pihak
yang kalah untuk memenuhi suatu prestasi tertentu.[64]
2. Putusan bersifat constitutif :bersifat meniadakan atau
menciptakan suatu status atau keadaan hukum baru.[65]
3. Putusan deklaratoir: bersifat menyatakan atau
menerangkan keadaan atau peristiwa apa yang sah, termasuk putusan yang bersifat
menolak gugatan.
Apabila gugatan tersebut dikabulkan maka pelaksanaan
putusan dapat dilakukan setelah putusan itu telah berkekuatan hukum tetap (inkrachtvangewijsde). Pelaksanaan putusan pengadilan adalah
pelaksanaan atau pengabulan permintaan atau pokok tuntutan (petitum) dalam gugatan baik itu
permintaan ganti rugi maupun pembatalan hak tertentu.
3. Instrumen Pidana
(upaya pidana)
Instrumen hukum pidana maupun penggunaan hukum acara
pidana dalam penyelesaian sengketa hukum lingkungan merupakan suatu jalan
terakhir yang dipakai dalam suatu kasus kejahatan maupun pelanggaran terhadap
hukum lingkungan, akan tetapi dapat pula langsung menggunakan instrumen hukum
pidana apabila kasus tersebut disinyalir sebagai suatu kejahatan yang berdampak
besar atau extraordinary crime. Dengan demikian instrumen hukum pidana ikut
pula dalam ruang lingkup penyelesaian sengketa hukum lingkungan.
Penjelasan lebih lanjut mengenai alasan pertama
mengenai hukum lingkungan dengan hukum pidana ialah dalam hukum lingkunga tidak
hanya mengatur mengenai pertanggungjawaban lingkungan akan tetapi juga mengenai
pertanggungjawaban sosial, sehingga hukum pidana juga ikut berperan dalam
mengatur pertanggungjawan di hukum lingkungan terutama yang berkaitan dengan
pertanggungjawaban sosial.
Seperti kita ketahui bersama bahwa suatu pencemaran
lingkungan merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum juga suatu perbuatan
pidana.dalam Pasal 78 UUPPLH menjelaskan bahwa “Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
76 tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung
jawab pemulihan dan pidana.”Untuk
itu selain pertanggungjwaban administrasi dan perdata, juga dapat
dipertanggungjawabkan secara pidana.
Mekanisme penyelesaian sengketa dalam peradilan pidana
pertama-tama mengajukan laporan ke penyidik seperti yang dijelaskan di bawah
ini:
Pasal
94
1)
Selain
penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil
tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diberi
wewenang sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup.
2)
Penyidik
pejabat pegawai negeri sipil berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang
diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang
berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan
dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga
terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain;
f. melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil
pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
h. menghentikan penyidikan;
i.
memasuki
tempat tertentu, memotret, dan/atau membuat rekaman audio visual;
j.
melakukan
penggeledahan terhadap badan, pakaian, ruangan, dan/atau tempat lain yang
diduga merupakan tempat dilakukannya tindak pidana; dan/atau
k. menangkap dan menahan pelaku tindak pidana.
3)
Dalam
melakukan penangkapan dan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf k,
penyidik pejabat pegawai negeri sipil berkoordinasi dengan penyidik pejabat
polisi Negara Republik Indonesia.
4)
Dalam
hal penyidik pejabat pegawai negeri sipil melakukan penyidikan, penyidik
pejabat pegawai negeri sipil memberitahukan kepada penyidik pejabat polisi
Negara Republik Indonesia dan penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia
memberikan bantuan guna kelancaran penyidikan.
5)
Penyidik
pejabat pegawai negeri sipil memberitahukan dimulainya penyidikan kepada
penuntut umum dengan tembusan kepada penyidik pejabat polisi Negara Republik
Indonesia.
6)
Hasil
penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipiln disampaikan
kepada penuntut umum.
Kemudian dalam hal penyidikan yang pada dasarnya
menentukan apakah suatu peristiwa merupakan tindak pidana hukum lingkungan
sangat erat kaitannya dengan pembuktian.Setelah penyidik selesai
melakukan penyidikan dengan berbagai kelengkapannya, maka berkas tersebut di
serahkan kepada pihak kejaksaan (penuntut umum) dan biasanya disebut penyerahan
tahap pertama.Sedang penyerahan tanggungjawab atas tersangka dan barang bukti
kepada penuntut umum, disebut penyerahan tahap kedua. Apabila penuntut umum
sudah menerima penyerahan tahap kedua dari pihak penyidik, maka penuntut umum
kemudian melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan negeri dengan Permintaan agar
segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan.[66]
Selanjutnya adalah penetapan hari sidang dan hakim memerintahkan kepada
Penuntut Umum untuk memanggil terdakwa dan saksi untuk datang ke pengadilan.
Selanjutnya adalam pembacaan surat dakwaan oleh penuntut umum. Setelah penuntut
umum membacakan surat dakwaan, ada kemungkinan terdakwa atau penasehat hukumnya
mengajukan eksepsi.[67]
Adapun Alat
bukti merupakan alat yang digunakan untuk menjerat tersangka atau pihak
tertentu untuk mendapatkan sanksi maupun hukuman. Adapun alat bukti terdiri
dari ;
- Keterangan saksi
- Keterangan ahli
- Surat
- Petunjuk
- Keterangan terdakwa
- Alat bukti alain, termasuk alat bukti yang diatur dalam peraturan perundang – undangan.
Mengenai
penyidikan dan pembuktian, hal lain yang perlu diperhatikan adalah terdapat
ketentuan pidana dalam Undang – Undang No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan
dan pengelolahan lingkungan hidup mulai dari pasal 97 hingga pasal 120. Isi
dari ketentuan pidana secara garis besar menjerat orang yang sengaja melakukan
tindak pidana lingkungan hidup, orang yang lalai sehingga mengakibatkan
kerugian lingkungan hidup, orang yang melanggar ketentuan lingkungan hidup,
orang yang mengedarkan rekayasa genetik, dan orang yang menghasilkan limbah B3
tanpa melakukan pertanggung jawaban. Akan tetapi tidak hanya orang saja yang
dapat dikenakan ketentuan pidana melainkan pihak pemberi ijin atau dalam hal
ini pejabat pemberi ijin lingkungan hidup, serta penanggung jawab usaha dapat
pula dikenakan ketentuan pidana.dan juga terhadap suatu perusahaaan yang
melakukan kegiatan produksinya yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran
lingkungan.
Sanksi
pidana yang dapat dijatuhkan yaitu dalam pasal 119 UUPPLH “Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata
tertib berupa:
f.
perampasan
keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
g.
penutupan
seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
h.
perbaikan
akibat tindak pidana;
i.
pewajiban
mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
j.
penempatan
perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal
120
2)
Dalam
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d, jaksa berkoordinasi dengan instansi yang bertanggung
jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk
melaksanakan eksekusi.
3)
Dalam
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 huruf e, Pemerintah
berwenang untuk mengelola badan usaha yang dijatuhi sanksi penempatan di bawah
pengampuan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap.[68]
Dari apa yang telah di uraikan dalam pasa-pasal tersebut di atas,
jelaslah sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada suatu perusahan atau
korporasi.
4.
Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan
Selain penyelesaian sengketa melalui pengadilan,
terdapat juga penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti yang dijelaskan
dalam Pasal 84 UUPPLH sebagai berikut :
1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di
luar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai:
a.
bentuk
dan besarnya ganti rugi;
b.
tindakan
pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;
c.
tindakan
tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan;
dan/atau
d.
tindakan
untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan
tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam
Undang- Undang ini.
3) Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup
di luar pengadilan dapat digunakan jasa mediator dan/atau arbiter untuk
membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
1)
Masyarakat
dapat membentuk lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup
yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
2)
Pemerintah
dan pemerintah daerah dapat memfasilitasi pembentukan lembaga penyedia jasa
penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
3)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan
hidup diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Undang-undang No.32 Tahun 2009
mengatur secara garis besar penggunaan tiga cara penyelesaian sengketa di luar
pengadilan, yaitu negosiasi, mediasi dan arbitrase Dalam proes negosiasi dan
mediasi para pihak yang berselisih atau bersengketa diharapkan dapat mencapai
kesepakatan mengenai hal-hal berikut :
a)
Bentuk dan besarnya ganti rugi;
b)
Tindakan pemulihan akibat pencemaran
dan/atau perusakan;
c)
Tindakan tertentu untuk menjamin
tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan; dan
d)
Tindakan untuk mencegah timbulnya
dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
-
Negosiasi
Nogosiasi dalam Pengertian
bahasa Inggris, Negotiation artinya perundingan.Berdasar Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalahproses tawar
menawar dengan jalan berunding untuk memberi/menerima guna mencapai kesepakatan
bersama antara satu pihak dengan pihak lain selain itu nogosiasi merupakan penyelesaian
sengketa secara damai melalui perundingan antara pihakpihak yang bersengketa.
Dari pengertian tersebut di
atas, maka penulis menyimpulkan bahwa Negosiasi merupakan upaya penyelesaian
sengketa para pihak dengan jalan saling tawar menawar, tanpa melalui proses
peradilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerjasama yang
lebih harmonis dan kreatif.
Sehuungan dengan hal
tersebut di atas, maka sengketa pencemaran lingkungan dapat diselesaikan
melalui upaya negosiasi yang itu dengan tujuan untuk memperoleh jalan keluar
(untuk biaya ganti rugi) tanpa melalui gugatan ke pengadilan.Upaya negosiasi
ini tidak meniadakan pertanggungjawaban secara administrasi maupun pidana.
-
Mediasi
Dalam Perma No. 1
Tahun 2008, pengertian Mediasi
disebutkan pasal 1 butir 7, yaitu:
“Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator”.[69]
Mediasi dalam
bahasa inggis mediation yang artinya
orang yang menjadi penegah. Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah
dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan
pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian
dengan memuaskan. Mediasi adalah proses negosiasi
pemecahan konflik atau sengketa di mana pihak luar atau pihak ketiga yang
tidak memihak (impartial) bekerja sama dengan pihak yang bersengketa atau
konflik untuk membantu memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan.[70]
Mediasi adalah upaya menyelesaikan sengketa
(lingkungan) melalui perundingan dengan bantuan pihak ketiga yang netral
(mediator) guna mencari bentuk penyelesaian yang dapat disepakati para
pihak.Peran mediator dalam mediasi adalah memberikan bantuan substantif dan procedural kepada para pihak yang bersengketa.Tujuan dari
penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah pertama, menghasilkan suatu
rencana kesepakatan kedepan yang dapat diterima dan dijalankan oleh para pihak
yang bersengketa.Kedua, mempersiapkan para pihak yang bersengketa untuk
menerima konsekuensi dari keputusan yang di buat. Ketiga mengurangi
kekhawatiran dan dampak negatif lainnya dari konflik dengan cara membantu pihak
yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan secara consensus.
Penulis menyimpulkan bahwa penyelesaian sengketa
pencemaran lingkungan melalui upaya mediasi memiliki memiliki 3 kepuasan, yaitu
substantif, prosedural dan psikologis.Substantif artinya berhubungan dengan
kepuasan khusus dari para pihak yang bersengketa, misalnya ganti rugi.Dan
menawar sesuai keinginan para pihak agar kedua belah pihak tidak saling di
rugikan.untuk permohonan ganti rugi dalam upaya ini tidak dipaksakan tapi
saling tawar. Prosedural artinya para pihak mempunyai kesempatan yang sama
dalam mengemukakan gagasan selama berlangsungnya perundingan. Dan psikologis
menyangkut tingkat emosi para pihak, saling menghargai dan sikap positif dari
para pihak yang bersengketa.
-
Arbitrase
Berdasar UU No
30 Tahu 1999 Arbitraseadalah cara
penyelesaian suatusengketa perdata di luar peradilan umum yangdidasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuatsecara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa
perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan perjanjian arbitrase secara
tertulis oleh pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase merupakan
kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian
tertulis yang dibuat para pihak sebelum atau setelah timbul sengeketa.
Menurut UU No. 30
Tahun 1999 tentang “Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa”
(salanjutnya disebut “UU Arbitrase”), terdapat berbagai pilihan penyelesaian di
luar pengadilan yakni Arbitrase dan juga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang
terdiri atas: Konsultasi, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, atau penilaian ahli.
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tersebut adalah
penyelesaian berjenjang dimana dalam hal Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak
dapat menyelesaikan atau memutuskan, maka para pihak akan menempuh cara
Arbitrase baik melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc. Tetapi ketika
para pihak telah memperjanjikan jalan penyelesaian melalui arbitrase, maka
tertutup kesempatan untuk memilih jalan penyelesaian melalui pengadilan, sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 3 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
yang berbunyi:
“Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili
sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase”.[71]
Menurut Pasal 6 ayat (1) UU Arbitrase,
dinyatakan bahwa:
Sengketa
atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui
Alternatif Penyelesaian Sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan
mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.[72]
Mediasi maupun negosiasi dan
arbitrase tidak disahkan oleh Undang-Undang N0.32 Tahun 2009, jika
persengketaan atau penyelesaian masalah lingkungan yang berkaitan dengan atau
termasuk dalam kategori tindak pidana lingkungan hidup, mediasi dan negosiasi
ataupun arbitrase di luar pengadilan diperbolehkan hanya yang bersifat perdata.
Untuk itu penyelesaian sengketa
penecemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan dapat dilakukan melalui
pengadilan dan di luar pengadilan yang semuannya itu bertujuan untuk mencapai
kepastian hukum dan keadilan.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Berdasarkan
ketentuan dalam Pasal 84 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mengkalisikasikan tanggung jawab perusahaan
terhadap pencemaran lingkungan yaitu tanggung jawab keperdataan (ganti rugi),
tanggung jawab administrasi (pencabutan izin usaha, pembekuan izin lingkungan,
teguran tertulis, dan paksaan pemerintah) serta pertanggung jawaban kepidanaan (penutupan
kegiatan usaha, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; perbaikan
akibat tindak pidana; pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak;
dan/ataupenempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.)
serta secra umum yaitu pidana penjara dan denda bagi pelaku usaha ataupun
terhadap atasan yang memberikan perintah
2.
Di
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan pengelolaan
Lingkungan Hidup, mengatur mengenai upaya penyelesaian sengketa baik di dalam
atau pun di luar pengadilan.
B.
Saran
Diharapkan
bagi penegakan hukum atas pencemaran lingkungan harus di pertegas lagi terutama
bagi pemerintah (Hakim, Jaksa, Kepolisian, serta Badan-badan atau pejabat
terkait lainnya) untuk lebih tegas lagi.Dan terhadap sanksi pidana, perdata
maupun administrasi, harus dipertegas lagi terutama bagi pemberian ganti rugi
yang patut apabila terjadi pelanggaran berat dalam pencemaran lingkungan, oleh
karena pencemarn lingkungan termasuk pelanggaran HAM berat yang mengakibatkan
terganggunya keamanan dan kenyamanan masyarakat sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Djaja.
S Meliala, Penuntun Praktis Perjanjian Pemberian Kuasa, Nuansa Aulia,
Bandung 2008
Helmi SH, MH, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta 2012
Muhamad Erwin, “Hukum
Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup”, Refika Aditama Bandung 2011
Titik
Triwulan Tutik,Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta
2006
Janus
Sidabalok, Hukum Perusahaan, Nuansa Aulia, Bandung 2012
Handri
Raharjo, Hukum Perusahaan Step by Step
Prosedur Pendirian Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta 2013
Riawan Tjandra,Teori dan Praktek Peradilan Tata
Usaha Negara, Cahaya Atma Pustaka, Yokyakarta2011
Soeparmono,
Hukum
Acara Perdata Dan Yurisprudensi, Mandar Maju Semarang2000.
Soerjono
Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta 2006.
Tim
Pengajar, Bahan Ajar Hukum Acara Perdata, Fakultas Hukum Universitas Sam
Ratulangi Manado.
Djisman
Samosir, Hukum Acara Pidana, Nuansa Aulia, Bandung 2013
Tim
Pengajar, Hukum Acara Pidana,Universitas Sam Ratulangi Manado
Sarwono,
Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktek,
Sinar Grafika, Jakarta 2012
Marhaeni
Ria Siombo, Hukum Lingkungan dan Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan di
Indonesia,PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2012
-
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
-
Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
-
Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
-
Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
-
Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.
-
Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor
Ketenaga Kerjaan.
-
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
-
Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase
-
Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 12 Tentang Ganti Rugi Terhadap Pencemaran Dan/atau Kerusakan
Lingkungan
-
Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan
-
Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial
Dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
-
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
-
Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang
-
PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_berkelanjutan
http://masrudim.blogspot.com/2012/07/modelalternatif-penyelesaian-sengketa.html
[1] Penjelsan Umum Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
[2] Helmi SH, MH, Hukum
Perizinan Lingkungan Hidup,
Sinar Grafika, Jakarta 2012, Halaman 44
[3] Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
[4] Helmi SH, MH, op, cit. Halaman 56
[6] http://www.triratraining.com/tanggung-jawab-sosial-perusahaan-terhadap-lingkungan/
[7]
Soerjono Soekanto, Penelitian
Hukum Normatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2006, halaman 13
[8]
Ibid.,
[9]
Pasal (2 dan 3) Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
[10]
Pasal 88 UUPPLH.
[11]
http://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan_hidup
[12] Pasal 1 angka 1 Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaam lingkungan hidup,
menjelaskan Lingkungan hidup
[13] Muhamad Erwin, “Hukum
Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan hidup”, Refika Aditama Bandung 2011, halaman
8
[14] Helmi SH, MH, op, cit, halaman 23
[15] Ibid..
[16]Tim
Pengajar, Bahan Ajar Hukum Lingkungan,Universitas Sam Ratulangi Manado,
halaman 1
[17] http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_berkelanjutan
[18] Pasal 2 Undang-undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaam lingkungan hidup, menjelaskan
Lingkungan hidup.
[22]
http://www.tugasku4u.com/2013/05/pencemaran-lingkungan.html
[25]
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerusakan_lingkungan
[26]
http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan
[27]Titik
Triwulan Tutik,Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta
2006, halaman 43
[28]Handri
Raharjo, op cit, halaman 18
[29]Ibid.,
[30]Titik
Triwulan Tutik, ibid, halaman 44.
[31]Janus
Sidabalok, Hukum Perusahaan, Nuansa Aulia, Bandung 2012, Halaman 2
[32]Janus
Sidabalok ibid halaman 3
[33]Handri
Raharjo, Hukum Perusahaan Step by Step
Prosedur Pendirian Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta 2013,
Halaman 1
[34]Pasal 1
Huruf (b)Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
[35]Pasal 1
Butir (2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.
[36]Janus
Sidabalok, op cit, halaman 7
[38]Janus
Sidabalok, op cit, halaman 18
[39]Pasal 1618
KUH Perdata
[40]Pasal
16 KUHD
[41]1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
[42]Pasal
1 angka 35, op cit.,
[43]Pasal
2 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan
[44]http//amdal.wikipedia.com
[46]PP Nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan
Perseroan Terbatas.
[47]Pasal
1 angka (5) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 12 Tentang Ganti Rugi Terhadap Pencemaran
Dan/atau Kerusakan Lingkungan
[48]Sarwono,
Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktek,
Sinar Grafika, Jakarta 2012, Halaman 308.
[49]Marhaeni
Ria Siombo, Hukum Lingkungan dan Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan di
Indonesia,PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2012, halaman 118
[50]Pasal
3 – Pasal 8 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 12 Tentang Ganti Rugi Terhadap Pencemaran
Dan/atau Kerusakan Lingkungan
[51]Soeparmono, op cit., halaman 9
[52]Pasal
116-120 Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
[53]Pasal
1 angka (25) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
[54]Tim
Pengajar, Hukum Lingkunganop cit,
halaman 50.
[55]Djaja.
S Meliala, Penuntun Praktis Perjanjian Pemberian Kuasa, Nuansa Aulia,
Bandung 2008, Halaman 3
[56] Pasal 53 Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
[57] Riawan Tjandra,Teori
dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara, Cahaya Atma Pustaka,
Yokyakarta2011, halaman
163
[58]Pasal
76 ayat 2 UUPPLH.,
[59]Pasal
77 UUPPLH.,
[60]Soeparmono,
Hukum
Acara Perdata Dan Yurisprudensi, Mandar Maju Semarang, 2005 , halaman 7
[61]Tim
Pengajar, Bahan Ajar Hukum Acara Perdata, Fakultas Hukum Universitas Sam
Ratulangi Manado.
[62]Soeparmono, op cit., halaman 8
[63]Soeparmono, op cit., halaman 50
[64]Soeparmono, ibid., halaman 156
[65]Ibid
[66]Djisman
Samosir, Hukum Acara Pidana, Nuansa Aulia, Bandung 2013, Halaman 116
[67]Tim
Pengajar, Hukum Acara Pidana,Universitas Sam Ratulangi Manado, halaman 29
[68]Pasal
116-120 Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
[69]Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi
[70]
http://masrudim.blogspot.com/2012/07/modelalternatif-penyelesaian-sengketa.html
[71]Pasal
3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase
0 komentar